Kamis 12 Dec 2013 19:21 WIB

Capres Tak Bisa Hanya Mengandalkan Konsep

Pilpres dan Kemiskinan
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Pilpres dan Kemiskinan

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Analis komunikasi politik Universitas Diponegoro Semarang, Triyono Lukmantoro, calon presiden tidak cukup mengandalkan pengenalan visi misi sebatas konsep menarik simpati masyarakat.

"Masyarakat sebagai pemilih tak cukup didekati dengan janji-janji, lewat iklan, dan sebagainya. Bentuk komunikasi seperti itu kan hanya bersifat searah. Komunikasi juga harus dialogis," katanya di Semarang, Kamis (12/12).

Menurut Triyono, capres yang banyak tampil di iklan atau menyosialisasikan diri lewat slogan atau janji-janji cenderung tidak banyak dilirik masyarakat. Sebab, masyarakat tidak bisa dibodohi lagi dengan janji-janji.

Janji-janji yang diberikan calon pemimpin, ungkap dia, selama ini masih bersifat abstrak, belum menyentuh substansi langkah untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi rakyat, seperti pengangguran dan kemacetan.

"Misalnya, bagaimana mengatasi konflik di masyarakat, pengangguran, mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Semuanya itu harus dijelaskan dengan cara yang rasional yang mudah dimengerti oleh masyarakat sebagai pemilih," katanya.

Masyarakat, kata dia, mendambakan calon pemimpin yang menunjukkan sesuatu yang bersifat rasional, konkret dan praktis, misalnya menunjukkan kinerja dalam menyelesaikan berbagai persoalan atau tanggung jawab yang diemban.

"Sekarang ini, masyarakat tidak bisa lagi dianggap bodoh. Masyarakat sudah pintar untuk menilai calon pemimpinnya. Mana yang hanya memberikan janji-janji, mana yang menunjukkan bukti atau kerjanya," kata Triyono.

Dari aspek komunikasi politik, ia menjelaskan cara komunikasi yang paling efektif untuk menarik simpati pemilih harus dilakukan secara menyeluruh, baik lewat iklan, kampanye, maupun bertemu masyarakat langsung. "Capres harus bertemu dengan masyarakat secara langsung, terjun ke masyarakat, berdialog. Dengarkan aspirasi, suara masyarakat. Pemimpin yang baik harus mendengarkan apa yang dirasakan masyarakat," katanya.

Selain itu, kata Triyono, iklim budaya Indonesia turut memengaruhi masyarakat yang cenderung lebih menyukai sosok yang tenang dan tidak terlalu berambisi dibandingkan mereka yang tampak berambisi menjadi pemimpin.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement