Kamis 12 Dec 2013 16:01 WIB

Pemimpin Pro-Islam Dibutuhkan

Rep: amri amrullah/ Red: Damanhuri Zuhri
Ustaz Bachtiar Nasir
Foto: Republika/Agung Supriyono
Ustaz Bachtiar Nasir

REPUBLIKA.CO.ID,

Perjuangan seperti pemakaian jilbab untuk polwan sering dilemahkan.

JAKARTA — Umat harus mencari pemimpin yang mau memperjuangkan nilai-nilai Islam. Menurut Pimpinan Ar-Rahman Quranic Learning Center Bachtiar Nasir, 2014 merupakan momentumnya.

Ia menyatakan hal ini dalam dialog nasional dengan tema “Be kerja dan Bekerjasama untuk Islam da lam Memenangkan Kepemimpinan Nasional 2014” di Jakarta, Rabu (11/12).

Menurut Bachtiar, semua harus sadar ada pihak yang sengaja atau tidak sengaja memudarkan semangat keislaman. “Opini yang cenderung me ng uatkan posisi Islam akan di lemahkan dan suara-suara yang mempejuangkan itu akan dikalah kan,” ujar Sekjen MIUMI itu.

Ia mencontohkan, perjuangan polisi wanita (polwan) mengenakan jil bab malah dilemahkan. Polri justru menunda pemakaian jilbab bagi para polwan.

Sebaliknya, nilai yang dapat merusak Islam dan tatanan masyarakat malah diperkuat dan mendapat dukungan.

“Kita melihat bagaimana Pekan Kondom Nasional yang nyata-nyata berbahaya, dengan membagi-bagikan kondom menjadi kebijakan pemerintah,” kata Bachtiar. Termasuk, yang paling baru berupa penghilangan identitas agama dalam kartu tanda penduduk.

Pemerintah justru merestui penghilangan itu. Menurut Bachtiar, ini sangat memprihatinkan umat Islam. Isu dan program yang bertentangan dengan Islam semakin diperkuat, tetapi program yang berbau keislaman selalu dihambat.

Karena itu, persoalan terbesar umat Islam paling mendesak adalah memilih pemimpin nasional ke depan. Sejarah telah membuktikan Islam semakin lemah bila pemimpinnya dipilih bukan melalui aspirasi umat Islam.

Cendekiawan Muslim Hidayat Nur Wahid mengakui pula, 2014 adalah momen penting bagi umat Islam. Temukan pemimpin berkualitas dari partai-partai Islam. Ia berharap, setiap partai berbasis Islam mampu menjaga hubungan baik di antara mereka.

Artinya, mereka tak saling menjegal, sebaliknya bekerja sama demi kebaikan lebih luas. Ia mengakui, dalam proses politik sulit mempersatukan suara partai Islam. Tapi, paling tidak ada persatuan gagasan.

Menurut Hidayat, gagasan ini adalah bagaimana memperjuangkan Islam dan suara Muslim di Indonesia. Pengamat politik Fachry Ali menyatakan, untuk saat ini partai berbasis massa Islam telah kehilangan figur kepemimpinan yang merakyat.

“Sekarang, kita lihat apakah ada figur pemimpin yang ideal dari partai Islam? Saya rasa belum ada,” ujar Fachry. Menurut dia, ini pekerjaan rumah yang belum terpecahkan. Dibutuhkan pemimpin berkarakter jujur, mau bekerja, tidak elitis, dan dekat dengan rakyat.

Ia mengingatkan, sebenarnya masyarakat sekarang ini hanya menetapkan syarat sederhana. Sebab, mereka telah mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa yang menimpa partai Islam. Amanat dan moral agama telah dilanggar partai-partai itu.

Akibatnya, masyarakat menilai, partai yang membawa agama gagal merepresentasikan Islam. Akhirnya, kata Fachry, rakyat, terutama umat Islam saat ini berpikir pemimpin ideal itu tidak harus dari partai Islam. Syaratnya, pemimpin itu ber agama Islam, jujur, dan merakyat.

“Pemimpin seperti itu yang akan mereka pilih. Dan, sayangnya pemimpin dengan kriteria tersebut belum ditemukan di partai Islam,” kata Fachry. Tak heran, sosok seperti Jokowi sangat populer.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement