REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengusulkan adanya pembatasan transaksi uang tunai. Ketua PPATK, Muhammad Yusuf, menilai pembatasan itu memberikan banyak keuntungan.
"Ada banyak keuntungan," kata Yusuf, saat dihubungi, Rabu (11/12). Ia mengatakan, adanya pembatasan uang tunai itu dapat memperkecil kemungkinan orang mendapatkan uang palsu. Karena, ia mengatakan, transaksi dilakukan melalui proses perbankan.
Yusuf juga mengatakan, pembatasan transaksi tunai dapat memberikan penghematan. Ia mengatakan, biaya untuk pencetakan uang, pembuatan bahan baku, dapat lebih ditekan. Selain itu, menurut dia, pembatasan transaksi tunai juga memberikan dampak positif dari segi pengamanan. "Masyarakat lebih cerdas dan tidak akan banyak uang beredar," ujarnya.
Menurut Yusuf, pembatasan transaksi uang tunai ini juga sudah diberlakukan di beberapa negara. Ia mencontohkan Prancis, Belgia, dan Meksiko. Menurut dia, pembatasan transaksi tunai juga akan membantu PPATK dalam melakukan penelusuran. "Mudah pelacakan asal usul uang, dan kepada siapa diberikan," katanya.
Pembatasan transaksi uang tunai juga, menurut Yusuf, menjadi salah satu cara untuk pencegahan tindak pidana korupsi. Ia mengatakan, praktek suap yang terjadi selama ini masih banyak yang dilakukan secara tunai. Dengan pembatasan ini, ia mengatakan, praktek tersebut dapat tereliminasi.
Yusuf berharap, semua pihak dapat mendukung pembatasan transaksi tunai itu. Ia meminta Bank Indonesia juga untuk memberikan dukungan. Ia juga berharap DPR dapat segera memberikan respons akan Rancangan Undang-Undang (RUU) pembatasan transaksi tunai itu. "Secara informal saya kira DPR sudah membaca statement saya," katanya.