REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Zaenal Arifin Mochtar mengungkapkan, pengadilan masih membutuhkan hakim yang memiliki integritas di tengah bertumpuknya masalah hukum di Tanah Air.
"Saat ini kita berhadapan dengan bertumpuknya masalah hukum, sehingga membutuhkan penegakan hukum yang baik. Penegakan hukum yang baik memerlukan hakim dengan nalar baik dan berintegritas," katanya di Yogyakarta, Jumat (6/12).
Pada "media briefing: seleksi pengangkatan hakim sebagai rangkaian proses reformasi peradilan" yang diadakan Komisi Yudisial (KY), ia mengatakan untuk membentuk hakim berintegritas diperlukan proses seleksi yang baik, yang diikuti oleh pembinaan yang baik.
Oleh sebab itu, seleksi pengangkatan hakim harus dilakukan secara transparan, akuntabel, dan partisipatif. Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) perlu segera membahas peraturan bersama yang bisa menjadi payung hukum dalam seleksi pengangkatan hakim agar reformasi peradilan berjalan baik.
Menurut dia, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum, UU Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama, dan UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, seleksi pengangkatan hakim dilakukan MA bersama KY.
"Atas dasar itu MA dan KY perlu bekerja sama, beberapa masalah krusial perlu dibahas seperti sejauh mana kewenangan KY dalam rekrutmen hakim, apakah hanya pada awal atau ikut terlibat dalam pembinaan, promosi, dan demosi," katanya.
Ia mengatakan MA dan KY sebagai lembaga yang memiliki kewenangan melakukan seleksi pengangkatan hakim harus mendorong pola relasi yang positif dalam rekrutmen maupun pembinaan, promosi, dan demosi hakim.
"Namun, sebelum melangkah lebih jauh KY harus melakukan konsolidasi internal terkait dengan kesiapan lembaga dalam melakukan pengawasan jika kewenangan penuh diberikan bersama dengan MA untuk seleksi pengangkatan hakim hingga pengawasan," katanya.