Rabu 04 Dec 2013 17:17 WIB

Jelang Pemilu 2014, KPK Awasi Lebih Detail Keuangan Perbankan

Rep: Bilal Ramadhan/ Red: Djibril Muhammad
 Ketua KPK Abraham Samad memberikan keterangan pers terkait pemberian penghargaan Ramon Magsaysay Award 2013 kepada KPK di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/8). ( Republika/Wihdan)
Ketua KPK Abraham Samad memberikan keterangan pers terkait pemberian penghargaan Ramon Magsaysay Award 2013 kepada KPK di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/8). ( Republika/Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto memaparkan adanya pola yang berulang terjadinya pembobolan keuangan negara sebelum pelaksanaan pemilu dalam dalam 15 tahun terakhir.

Ketua KPK, Abraham Samad menilai saat ini KPK sedang melakukan pengawasan lebih detail terkait keuangan perbankan.

"Kita mendeteksi, mencoba melakukan pengamatan lebih jauh dan pengawasan, agar supaya kasus-kasus di sektor perbankan atau di sektor keuangan itu bisa kita cegah. Karena praktik-praktik fraud, praktik-praktik di sektor perbankan, keuangan, itu rentan dilakukan pada awal-awal pemilu atau pilpres," kata Samad yang ditemui usai jumpa pers Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK) di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (4/12).

Samad menambahkan kejahatan di sektor perbankan merupakan masuk ke dalam kategori white collar crime atau kejahatan kerah putih yang cukup canggih. Maka itu dibutuhkan pengawasan dan pengidentifikasian yang lebih detail agar dapat dicegah sebelum terjadi.

Kalau sudah terlanjut terjadi, ia melanjutkan, KPK tidak akan segan untuk segera menindaknya. Akan tetapi kerugian negara akan sulit dikembalikan secara utuh jika kasusnya sudah terjadi. Pencegahan sejak dini harus terus dilakukan agar tidak ada kerugian negara.

Mengenai dana optimalisasi sebesar Rp 27 triliun yang baru digelontorkan pada akhir tahun ini, Samad mengaku pihaknya sudah melakukan pemantauan. Bahkan selain mengirimkan surat, ia juga sudah mendatangi langsung Menteri Bappenas, Armida Alisjahbana.

"Masalah optimalisasi, selain kirimkan surat, saya juga datangi langsung Menteri Bappenas, untuk mengingatkan. Kita sudah lakukan pemantauan. Jadi itu salah satu cara kita lakukan pencegahan," tegas Samad.

Sebelumnya Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto memaparkan adanya mengerukan keuangan negara selalu berulang menjelang pemilu.

Ia menyontohkan pada 1998, sebelum Pemilu 1999, terjadi kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), dari anggaran sebesar Rp 600 triliun, ada sekitar Rp 100 triliun yang tidak jelas. Bahkan sampai saat ini kita harus membayar bunganya.

Pada 2004, sebelum Pemilu 2005, ia melanjutkan, terjadi pembobolan BNI 46 Kebayoran Baru dengan letter of credit atau surat utang bodong senilai Rp 1,7 triliun. Pelaku pembobolan bank ini adalah Dirut PT Gramarindo, Maria Pauline Lumowa.

Sedangkan pada 2008, sebelum Pemilu 2009, terjadi kasus pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Akibat dari kebijakan ini, negara harus menggelontorkan dana talangan atau bail out sebesar Rp 6,7 triliun.

KPK baru menetapkan satu orang tersangka dalam kasus ini yaitu Budi Mulya. Pada 2013 ini, menjelang Pemilu 2014, tokoh yang akrab disapa BW ini menambahkan KPK sedang melakukan studi terkait dana-dana bantuan sosial (Bansos) yang tidak hanya ada di pemerintah daerah, melainkan juga ada di kementerian-kementerian.

Penggunaan dana ini harus dikontrol karena dapat berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan pemilu. Hal ini termasuk dengan dana optimalisasi senilai Rp 27 miliar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement