REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah calon kepala daerah yang kalah dalam sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK) yang ditangani Akil Mochtar, mendatangi gedung KPK beberapa waktu lalu.
Mereka melaporkan adanya orang yang mengaku tangan kanan Akil Mochtar yang bernama Muhtar Ependy yang meminta sejumlah uang untuk memenangkan perkara sengketa pilkada di MK.
Muhtar Ependy yang menjalani pemeriksaan di gedung KPK pada hari ini sebagai saksi dalam kasus Akil, membantah tuduhan tersebut.
"Itu salah besar. Saya sebagai pengusaha dan orang beragama dididik orang tua tidak boleh makan uang haram, sogok dan menyogok neraka tempatnya," kata Muhtar yang ditemui di gedung KPK, Jakarta, Senin (2/12).
Muhtar membantah jika disebut sebagai perantara atau operator dalam mencari pihak berperkara dalam sengketa pilkada di wilayah Sumatera.
Ia juga membantah meminta sejumlah uang kepada pihak yang berperkara seperti Sarimuda dalam Pilkada Kota Palembang, Joncik Muhammad dalam Pilkada Kabupaten Empat Lawang dan Hizuar Bidui dari Pilkada Kabupaten Banyuasin.
"Saya kasih tahu ke orang yang laporkan saya, Joncik di Empat Lawang yang saya dibilang minta Rp 4 miliar kemudian Sarimuda bilang saya minta Rp 20 miliar. Demi Allah, demi Rasulullah, kenal pun tidak," katanya berkelit.
Ia menuturkan ia memiliki usaha dalam bidang atribut kampanye seperti percetakan spanduk dalam pilkada di daerah. Sehingga ia mengenal klien yang kerap menggunakan jasanya yang merupakan calon kepala daerah di seluruh Indonesia.
Selain usaha dalam percetakan atribut kampanye, ia juga merangkap menjadi konsultan untuk pemenangan kampanye dalam pilkada.
Ia juga memiliki tim kuasa hukum untuk menjadi pendukung calon kepala daerah yang menggunakan jasanya. Tim kuasa hukumnya akan bekerja sejak masa sosialisasi, deklarasi, kampanye hingga pencoblosan suara.
"Jangan kan Sumatera, ini seluruh Indonesia, saya bikin sayembara, barang siapa menemukan nama Muhtar Ependy ikut main di MK, bermain suap dan menerima fee saya kasih bonus Rp 1 miliar," tantangnya.
Sebelumnya sejumlah calon kepala daerah yang kalah dalam sengketa pilkada dan tergabung dalam Forum Korban Putusan MK Berdaulat mendatangi gedung KPK pada 12 November 2013 lalu.
Di antara para kepala daerah 'gagal' tersebut adalah calon Bupati Banyuasin Hazuar Bidui, calon Wali Kota Palembang Sarimuda dan calon Bupati Empat Lawang, Joncik Muhammad.
Hazuar Bidui mengaku dirinya sempat ditemui dan dimintakan dana sebesar Rp 20 miliar oleh seorang bernama Muhtar Ependy saat sengketa pemilukadanya berproses di MK. Namun, Hazuar tidak memenuhi permintaan orang yang mengaku sebagai utusan MK dan sepupu Akil Mochtar tersebut.
Sarimuda juga mengaku pernah dihubungi seorang yang mengaku dari perwakilan MK. Orang tersebut meminta dana sekitar Rp 10 sampai Rp 15 miliar agar perkaranya di MK bisa dimenangkan oleh Akil Mochtar.
Adanya permintaan uang juga dialami calon Bupati Empat Lawang, Joncik Muhammad. Joncik mengaku dihubungi oleh orang yang bernama Muhtar Ependy dan meminta dana sebanyak Rp 15 miliar agar perkaranya di MK bisa dimenangkan Akil Mochtar selaku ketua majelis sidang.
Ia menolak memberikan uang dan menudin Muhtar Ependi hanya ingin memerasnya. Ternyata dalam putusan perkara pilkada di MK, ia dinyatakan kalah.