Jumat 29 Nov 2013 22:18 WIB

MUI: Tunda Penggunaan Jilbab, Polri Abaikan Kebebasan Beragama

 Peragaan pakaian dinas untuk Polwan berjilbab di Lapangan Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Jakarta Pusat (25/11). (Republika/Yasin Habibi)
Peragaan pakaian dinas untuk Polwan berjilbab di Lapangan Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Jakarta Pusat (25/11). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Telegram Petinggi Polri yang menunda pemakaian jilbab menjadi catatan buruk. Hal itu dinilai sebagai ketidakpahaman Polri terhadap kebebasan menjalankan agama dalam kehidupan, sebagaimana diatur dalam Undang Undang Dasar 1945.

Wakil Ketua Komisi Fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI), Prof Hasanuddin AF, bertanya-tanya bagaimana bisa Polri sebagai aparatur negara mengabaikan konstitusi yang jelas-jelas menjadi pedoman bernegara.

Pada Pasal 29 UUD 45 Bab XI, Agama, tertulis, dinyatakan: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. "Pasal ini merupakan jaminan negara atas kebebasan beragama di NKRI," jelasnya, kepada ROL, Jumat (29/11).

Selain itu, menurutnya, hal ini dikuatkan lagi dalam Pasal 18 Kovenan Internasional tentang hak-hak sipil dan politik sebagai alat perlindungan secara universal.

Pernyataan Umum tentang hak-hak asasi manusia (HAM) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa/United Nations (PBB) pasal 18: Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama; dalam hal ini termasuk kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaan dengan cara mengajarkannya, mempraktekkannya, seperti berjilbab saat memakai pakaian dinas, melaksanakan ibadahnya dan mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun sendiri.

Hasanudin menilai, aneh apabila bawahan seperti Wakil Kepala Polri, Komisaris Jenderal Oegroseno dan lainnya mempermasalahkan pemakaian jilbab, karena berkaitan dengan pengadaan jilbab yang sedang diatur dalam penganggaran. Padahal, jelasnya, Kapolri Jenderal Polisi Sutarman, sebelumnya sudah menegaskan pemakaian jilbab adalah hak asasi. Polwan boleh berjilbab tanpa harus menunggu aturan.

Lagi pula, Polwan tidak mempermasalahkan jilbab yang dibelinya sendiri. "Aneh," katanya.

Atasan sudah memperbolehkan, namun kemudian bawahan justru mengabaikan pernyataan atasannya. Baginya, edaran menunda pemakaian jilbab adalah bentuk pengabaian imbauan petinggi Polri.

MUI prihatin dengan edaran itu. Polwan yang semula sudah senang bertugas menggunakan jilbab terpaksa harus mengumbar auratnya. "Sayang sekali," tutup Hasanuddin.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement