REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertemuan antara Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) dengan Menko Perekonomian Hatta Rajasa saat menumpangi Commuter Line menuju Depok banyak ditafsirkan secara politis. Peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Firman Noor mengatakan, duet Jokowi-Hatta justru menguntungkan kedua belah pihak.
Bahkan, sekaligus menyatukan kekuatan politik antara partai nasionalis dan Islam. "Jokowi merupakan sosok representatif dari PDIP sebagai partai sekuler. Sedangkan PAN dikenal sebagai poros tengah Islam yang cukup diperhitungkan, secara aliran duet itu cukup strategis," kata Firman, Rabu (27/11).
Ia pun membantah jika pertemuan dan duet kedua tokoh itu dipersepsikan hanya menguntungkan Hatta. Karena secara politis langkah politik itu merupakan bentuk hubungan mutualisme antara Hatta dan Jokowi.
Jokowi dianggap memiliki kepentingan untuk meningkatkan citranya dengan latar belakang partai sekuler. Dia membutuhkan jaringan dan pembuktian agar dinilai sebagai sosok yang ramah bagi kelompok Islam.
"Dengan dieksposnya pertemuan itu, akan memberi keuntungan baginya. Jokowi akan mendapatkan penilaian positif dari kelompok Islam," ujar Firman.
Di sisi lain, Hatta Rajasa juga memiliki kebutuhan untuk diekspos guna kepentingan politik. Karena tak bisa dipungkiri, aktivitas apa pun yang dilakukan elite partai menjelang pemilu 2014 tidak akan jauh dari nuansa politis. Nuansa 2014 akan mempengaruhi apa pun yang akan dilakukan politisi meski ia masih mengemban jabatan publik.