REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Satgas Perlindungan Anak (Satgas PA) Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Muhammad Ihsan mengungkapkan akar permasalahan tawuran. Ia mengatakan penyebab seorang anak tawuran yaitu kurangnya pengasuhan keluarga.
"Rendahnya pengetahun dan keterampilan orang tua tentang parenting membuat anak merasa tidak dapat tempat dalam keluarga. Situasi ini dapat terjadi dalam semua keluarga baik kaya maupun miskin," katanya Rabu (27/11).
Kedua, Ihsan melanjutkan, sistem pendidikan Indonesia yang lebih fokus pada pengetahuan sehingga pendidikan karakter dan budi pekerti hanya dapat porsi yang kecil.
Anak, ia mengatakan, dituntut agar menyelesaikan semua program yang melebihi kemampuan anak dengan target nilai dan metode belajar yang menjenuhkan sehingga anak-anak menjadi frustrasi dan mencari pelarian.
Ketiga, ia melanjutkan, lingkungan pergaulan anak yang seringkali membuat anak tidak dapat melepaskan diri dari tawuran.
"Orang tua harus selektif dalam mengarahkan pergaulan dan teman bermain anak. Harus diarahkan ke kegiatan yang positif sesuai bakat anak," ujarnya.
Keempat, pengaruh media dan game yang banyak menyajikan materi kekerasan dan berdarah-darah.
Stimulan ini, kata Ihsan, membuat anak menjadi agresif.
"Kadang orang tua asik bermain game yang mengandung kekerasan dengan anaknya. Tanpa disadari anak merasa kekerasan itu dibolehkan," tuturnya.
Beberapa faktor ini, menurut Ihsan, harus dibenahi jika ingin menghentikan tawuran di Indonesia. Orang tua, keluarga, masyarakat dan pemerintah sesuai pasal 20 UUPA 23/2002, tuturnya, bertanggung jawab menyelenggarakan perlindungan anak.
"Orang tua harus mau belajar dan mengikuti pelatihan parenting agar dapat mencegah anak terlibat kekerasan dan tawuran. Sementara itu pemerintah harus menyediakan sarana dan prasarana penyaluran bakat anak di lingkungannya," tuturnya.