REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Freedom Institute, Luthfi Assyaukanie, menilai masyarakat muslim Indonesia saat ini lebih cair dalam memilih partai politik sehingga tidak bisa dipastikan semuanya memilih parpol berbasis Islam.
"Memang saat ini simbol-simbol dan identitas keislaman menguat namun dalam politik tidak dapat dipastikan memilih partai berbasis Islam," kata Luthfi di Jakarta, Selasa (26/11). Luthfi menilai pemilih Islam akan banyak berafiliasi dengan partai-partai sekuler seperti Partai Golkar, PDI Perjuangan, dan Partai Demokrat.
Hal tersebut menurut dia karena partai sekuler banyak mengakomodasi suara umat Islam, yang kondisinya berbeda ketika tahun 1999. "Di tahun 1999 mengapa partai Islam banyak bermunculan yaitu karena aspirasi umat muslim tidak bisa ditampung partai-partai sekuler," ujarnya.
Menurutnya, saat ini partai-partai sekuler sudah memiliki sayap organisasi partainya bernafaskan Islam untuk mengakomodir kepentingan umat muslim. Karena itu menurut dia, tidak ada alasan bagi umat Islam untuk membenci partai sekuler karena saat ini sudah akomodatif dalam menyuarakan kepentingan muslim.
Kondisi itu menurut dia membuat suara partai berbasis Islam semakin terpecah sehingga rencana koalisi partai-partai itu semakin kecil peluangnya. Dia mengatakan hal itu sangat realistis karena dari beberapa survei memperlihatkan suara partai berbasis Islam menunjukkan penurunan dan partai sekuler mampu mengakomodasi kepentingan umat Islam.
"Dua partai (berbasis) Islam yaitu PPP dan PKS suaranya terus menurun berdasarkan hasil beberapa survei sehingga susah menggalang kekuatan," katanya.
Selain itu Luthfi meyakini bahwa koalisi partai Islam jadi dilakukan maka yang bermain adalah kepentingan saja. Karena dia menilai kelompok Islam tidak homogen dan banyak kepentingan di dalam tubuh partai Islam.
"Kecuali apabila nantinya muncul seperti Poros Tengah di tahun 1999, maka kita harus melihat hasil Pemilu Legislatif," katanya.