REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, Subandriyo, Senin (18/11), mengatala, letusan Gunung Merapi hari ini, lebih dipicu akumulais gas di permukaan magma dan dipicu gempa tektonik di Ciamis pada pukul 04.52 WIB berkekuatan 4 Skala Richter.
"Gempa ini kemudian mengocok perut Merapi sehingga menekan gas keluar," katanya di Yogyakarta, Senin (18/11).
Meski letusan tersebut mengeluarkan kolom asap hingga dua kilometer dan membawa abu serta kerikil, namun menurut Subandriyo, tidak berbahaya. Sebab, letusan ini tidak membawa lava panas maupun awan panas yang menyebabkan 'wedus gembel'.
Walau tidak berbahaya, BPPTKG merekomendasikan pendakian ke Puncak Merapi hanya sampai pada satu kilometer di bawah puncak. Pasalnya, aktivitas serupa bisa saja terjadi jika ada pemicunya kembali.
Karena tidak berlanjut, maka aktivitas Merapi statusnya masih aktif normal. Selain gempa Ciamis, aktivitas hujan deras hampir sepanjang hari pada Ahad (17/11) kemarin diprediksikan juga memicu peningkatan aktivitas tersebut.
Karena ketinggian kolom asap tersebut dan hembusan angin ke arah Timur maka material vulanus verupa abu terbang hingga wilayah Sragen. "Iya hujan abu dikabarkan sampai 60 kilometer dari Merapi tepatnya sampai wilayah Sragen," kata Subandriyo seraya mengatakan letusan yang dikeluarkan Gunung Merapi, hari ini merupakan jenis letusan freatik.
Diakuinya, letusan Freatik ini diperkirakan bisa saja terjadi lagi di Merapi. Sebab hingga kini sudah tiga kali Merapi melakukan aktivitas yang sama usai erupsi 2010 lalu. "Hanya ini yang paling besar," ujarnya.
Hal ini wajar, sebab pascaerupsi eksplosif 2010, Merapi cenderung memiliki gas vulkanis yang cukup tinggi. Sehingga tekanan-tekanan yang dihasilkan juga tinggi. Selain itu kubah lava yang terbentuk 2010 lalu tidak tertutup sama sekali, sehingga jika gas tersebut tertekan ke atas akan menyebankan letusan-letusan serupa.