Jumat 15 Nov 2013 14:47 WIB

Kekerasan Gender di Jawa Tengah Masih Tinggi

Rep: Bowo Pribadi/ Red: A.Syalaby Ichsan
Persamaan gender (ilustrasi).
Foto: remajaindonesia.org
Persamaan gender (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Jawa Tengah ternyata masih sangat memprihatinkan. Khusus untuk kekerasan berbasis gender, di daerah ini bahkan masih terbilang tinggi.

Berdasarkan data Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan KB (BP3AKB) Provinsi Jawa Tengah, rata- rata pengaduan yang diterima terkait kekerasan berbasis gender rata- rata mencapai 2.000 hingga 3.000 kasus per tahun.

“Jumlah rata- rata ini tergolong masih sangat tinggi,” ungkap Sekretaris BP3AKB Provinsi Jawa Tengah, Ema Racmawati, saat dikonfirmasi per telepon di Ungaran, Jumat (15/11).

Menurutnya, angka tersebut merupakan jumlah kasus yang terlaporkan dan tercatat. Sementara di tengah- tengah masyarakat masih banyak kasus- kasus kekerasan berbasis gender yang tidak terlaporkan.

Indikasi ini dapat dilihat dari data yang dirilis oleh Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, di mana kasus kekerasan terhadap perempuan mendominasi penyebab terjadinya perceraian di masyarakat.

Terdapat 75 persen kasus perceraian disebabkan oleh kekerasan berbasis gender. “Artinya kasus- kasus kekerasan terhadap perempuan ini masih sangat tinggi di tengah- tengah kita,” jelas Ema.

Selain masalah kekerasan berbasis gender, tambahnya, persoalan lain yang masih saja dihadapi Jawa Tengah adalah kasus human trafficking (perdagangan manusia) dengan obyek perempuan.

Penaganan terhadap 19 remaja perempuan asal Jawa Tengah yang menjadi korban perdagangan manusia dan telah diserahkan kepada Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Jawa Tengah merupakan contohnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement