Kamis 14 Nov 2013 22:18 WIB

Rofit Ibrahim Kembangkan Wayang dan Gamelan di Jepang

Rofit Ibrahim bersama isteri dan kedua anaknya sesaat setelah manggung di Sakai, Osaka Jepang.
Foto: Maman Sudiaman/Republika
Rofit Ibrahim bersama isteri dan kedua anaknya sesaat setelah manggung di Sakai, Osaka Jepang.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Maman Sudiaman

Mendalang dan mengembangkan gamelan khas Jawa kenapa tidak? Itulah yang  kini dilakoni  Ki Dalang Rofit Ibharim (34 tahun) dan istrinya Hiromi Sasako  sejak delapan tahun silam.

Tak sedikit pun terlintas dalam benak Rofit, untuk bisa menetap di Jepang. Apalagi hingga berkeluarga beranak pinak dan mencari nafkah sebagai dalang di negeri orang.  Namun guratan perjalanan hidup akhirnya mementukan bahwa, pemuda lulusa Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta tahun 2004 ini bertahan hidup di Jepang, tepatnya di daerah Ibaraki, Osaka.

Delapan tahun sudah dia dan isterinya berkeliling kota Jepang mementaskan wayang kulit diiringi Hanna Jos,  nama kelompok gamelan yang dikelolanya. Karena ketekunannya, kelompok gamelan yang dikelolanya cukup dikenal di seantero Jepang. Tak sedikit permintaan dari berbagai kalangan agar kelompoknya mentas.

“Cerita yang mereka suka ya Mahabrata, mereka senang diiringi gamelan yang dimainkan tim kami yang semuanya memang orang Jepang. Kecuali ya saya,” tutur Rofit dalam perbincangan dengan Republika, baru-baru ini  sesaat sebelum manggung di acara perhelatan Aseanweek yang digelar di Sakai, Osaka Jepang belum lama ini.

Dia tak menampik, orang-orang di Jepang sangat menyukai gamelan dan wayang kullit. Tingginya animo masyarakat Jepang akan budaya asal Jawa itu pun akhirnya membuat dirinya memutuskan mendirikan Bintang Laras, sekolah musik gamelan di rumahnya.

Tak hanya mengajar di sekolah musiknya, dia dan isterinya yang sama-sama handal memainkan gamelan itu juga kerap memberikan pelatihan gamelan di sejumlah sanggar seni Jawa di Kobe dan beberapa kota lainnya di Jepang. “Setiap kali manggung kita libatkan empaat hingga enam personel, termasuk istri saya,” ujarnya.

Dia bersyukur banyaknya permintaan manggung mampu menghidupi istri dan dua anaknya Gong Gandang Sasaki dan Arum Sasaki. Karena tinggal di Jepang, dua anaknya menggunakan marga isteriya yakni Sasaki.  Dia sendiri mengaku masih berkewarganegaraan Indonesia.

Nah, ihwal pemasukan setiap bulan dari manggung itu, Rofit mengaku jika di kurs-kan dengan mata uang rupiah rerata sebesar Rp 20-an juta. “Puncak pentas biasanya antara bulan Juni hingga Desember, dan bisa mengantongi uang hingga Rp 70 an juta,” ujarnya seraya mengatakan uang sebesar itu bisa untuk menutupi kebutuhan bulanan keluarganya yang rerata mencapai 50 ribuan Yen atau setara Rp 5 jutaan.

Di akhir perbincangan, Rofit mengatakan dia mengenal dan menikahi Hiromi Sasaki saat  adanya pertukaran mahasiwa Indonesia – Jepang. Hiromi yang berwajah ayu itu mendalami seni dan budaya Jawa selama beberapa bulan lamanya di Yogyakarta dan kepincut pemuda asal Berbah tersebut.

Perkenalan kedua insan beda bangsa itu akhirnya berlanjut pada kesepakatan untuk menikah.  “Kami menikah di Jepang, dan istri saya sering ke Yogya juga,” ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement