Senin 11 Nov 2013 13:40 WIB

Alasan Penyiram Air Keras Selalu Mengincar Wajah Korbannya

Tersangka pelaku penyiraman air keras saat menjalani pemeriksaan di Polres Jatinegara, Jakarta, Senin (7/10).
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Tersangka pelaku penyiraman air keras saat menjalani pemeriksaan di Polres Jatinegara, Jakarta, Senin (7/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Maraknya kasus penyiraman air keras, dinilai psikolog sekaligus pendiri Institut Ilmu Sosial Alternatif (IISA) Assessment Consultancy and Research Centre, Edy Suhardono, merupakan pengulangan dari kasus-kasus sebelumnya yang diberitakan secara luas oleh media massa. Kemudian sejumlah pelaku meniru peristiwa tersebut.

Alhasil, kata Edy, kasus penyalahgunaan air keras semakin meluas. "Dendam itu sebenarnya sudah ada, lalu si pelaku mengadopsi motif dari kasus sebelumya sehingga menimbulkan peluang bagi si pelaku untuk melampiaskan amarahnya," ujar Edy, Senin (11/11).

Edy mengatakan, pelaku juga acapkali menangkap peluang dari pemberitaan media, salah satunya mengenai kasus penyiraman air keras ini. Di sisi lain, mudahnya mendapatkan air keras memperbesar peluang si pelaku dalam melampiaskan dendamnya.

Sebulan terakhir tercatat sudah terjadi lebih dari empat kasus yang semua pelaku menggunakan air keras untuk melukai korbannya. Sebagian besar pelaku mengaku motif penyiraman air keras ini dilatarbelakangi dendam pribadi.

Kasus penyiraman air keras yang dialami salah seorang mahasiswi perguruan tinggi swasta di Jakarta pada 3 Oktober. Pelaku (Ricky) mengaku sakit hati lantaran diputus cinta oleh korban (AL), hingga nekat menyiram wajah teman wanitanya itu dengan air keras. Menurut Edy, dendam ini memang menjadi alasan utama pelaku bertindak nekat.

"Pelaku berada pada tingkat emosi secara 'eksposure' telah melebihi tingkat amarah sehingga membentuk persepsi dimana pelaku dibayang-bayangi oleh wajah korban hingga nekat berbuat demikian," katanya.

Menurut ilmu psikologi, kasus ini merupakan suatu cara pembunuhan karakter yang dilakukan seseorang untuk menghilangkan bayang-bayang orang yang dibencinya dari pikiran maupun kenyataan.

"Hal semacam ini dalam psikologi dinamakan ilmu imago, dimana seseorang berusaha menyelesaikan masalahnya dengan membunuh karakter atau image orang tersebut. Oleh karena itu, wajah (korban) selalu menjadi target utama penyiraman," ungkap Edy.

Penyimpangan perilaku semacam ini bisa menimpa siapa pun, sehingga Edy mengimbau setiap orang agar meningkatkan kewaspadaannya dan menjaga perilakunya dalam bertindak jangan sampai menyakiti orang lain.

Pemerintah juga sepatutnya meningkatkan pengawasan peredaran zat kimia yang berbahaya, seperti air keras agar kasus serupa tidak lagi terulang.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement