REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Lokalisasi prostitusi yang ada di Kota Surabaya, Jawa Timur dinilai melanggar aturan dan membahayakan anak-anak. Karenanya, Walikota Surabaya Tri Rismaharini mengaku ikhlas menanggung resiko meninggal dunia asalkan lokalisasi di Surabaya dapat ditutup.
Risma mengatakan, upaya penutupan lokalisasi ada karena saat itu ada 20 ulama yang mendatanginya dan menghendaki lokalisasi ditutup. Saat itu dirinya bingung karena jika lokalisasi Surabaya benar-benar ditutup, para pekerja seks komersial (PSK) bisa tersebar kemana-mana. Kemudian, dia melakukan peninjauan dengan mengunjungi sekolah-sekolah di kawasan prostitusi Dolly. Ia berputar-putar dan mengajar di sekolah-sekolah daerah itu.
‘’Setelah dua jam mengajar, saya mendapati pandangan anak-anak itu kosong dan mereka menangis. Setelah saya telusuri, ternyata ada benang merah yaitu lokalisasi,’’ katanya saat pidato pembukaan deklarasi Surabaya Bebas Lokalisasi di Taman Bungkul, Surabaya, Ahad (10/11).
Dia menegaskan, tidak ada gunanya surabaya cantik, bersih kalo anak-ana hidup di suasana yang tidak diinginkan. Dengan adanya lokalisasi tersebut, yang paling dirugikan adalah anak-anak. Anak-anak menjadi dekat dengan praktek seks bebas, pemikiran negatif hingga narkoba. ‘’Apakah para orang tua bersikap egois hanya demi perut, tetapi merugikan anak-anak kita?! saya kira tidak,’’ tanyanya.
Untuk itu, kata Risma, anak-anak harus diselamatkan dari bahaya eksistensi lokalisasi termasuk Dolly karena masa depan bangsa terletak di tangan anak-anak. Dia menegaskan bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memang serius melakukan rehabilitasi terhadap wilayah lokalisasi. Sejauh ini, sudah ada tiga lokalisasi yang sudah ditutup. Tiga lokalisasi itu yaitu lokalisasi Tambakasri, Klakah Rejo, dan juga Dupak Bangunsari.
Ke depannya, Pemkot Surabaya berencana menutup lokalisasi Sememi pada Desember 2013 mendatang. Kemudian pada 2014 mendatang, Pemkot Surabaya juga akan melakukan rehabilitasi terhadap kawasan lokalisasi Jarak dan Dolly.