REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia Rizal Darmaputra mengatakan, pemerintah Indonesia bisa memberikan reaksi cukup keras terhadap dugaan penyadapan yang kembali dilakukan terhadap data dan informasi negara.
Pemerintah dinilai perlu melihat kembali keberadaan perwira penghubung intelijen di setiap kedutaan besar asing di Indonesia.
"Bagaimana penggunaan diplomatik compound dan pengoperasian intel device di kedubes asing. Kalau mau keras Indonesia bisa mempersoalkan keberadaan perwira penghubung tersebut, dan meminta mereka pulang," kata Rizal dalam diskusi 'Sadap Bikin Tak Sedap' di Cikini, Jakarta, Sabtu (9/11).
Rizal memastikan, semua kedubes asing melakukan operasi intelijen. Dan mempekerjakan perwira yang berfungsi sebagai penghubung intelijen. Perwira-perwira itu biasanya secara resmi diketahui oleh pemerintah Indonesia.
Namun, menurutnya, kemungkinan dipekerjakannya perwira-perwira penghubung tidak resmi sangat tinggi. Apa lagi aktifitas di kedubes asing tidak sepenuhnya terlacak oleh pemerintah Indonesia.
"Bagaimana pemerintah bisa mengendus aparat-aparat asing yang tidak mengungkap statusnya sebagai bagian dari intelijen. Bagaimana negara merespon intel asing yang beroperasi di Indonesia, itu yang penting," ungkapnya.
Wakil Ketua Komisi I dari Fraksi Partai Demokrat, Ramadhan Pohan mengatakan, aktifitas yang trejadi di kantor kedubes dan konsulat asing memang tidak sepenuhnya diawasi pemerintah. Namun, untuk mengambil langkah tegas pemulangan intel-intel asing dari Indonesia menurutnya terlalu gegabah.
Lantaran saat ini pemerintah masih dalam tahap menunggu penjelasan pemerintah Amerika Serikat dan Australia.
"Kalau AS dan Australia masih tetap diam dan tidak bergeming tentu harus dipikirkan langkah lebih lanjut. Jangankan perwira penghubung, pejabatnya kalau perlu kita minta pulang," kata Ramadhan.