REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Yayasan Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB) menyambangi Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Sabtu (9/11). Mereka datang untuk menindaklanjuti perjuangan kasus pembantaian warga setempat oleh pasukan Belanda pada 5 Januari 1949.
"Kami sudah berkoordinasi, tim KUKB turun ke Rengat kemarin dan langsung bekerja," ujar Ketua Umum Ikatan Keluarga Besar Masyarakat Indragiri (IKBMI) di Jakarta, Susilowadi melalui sambungan telepon dari Pekanbaru, Sabtu (9/11).
Tim yang beranggotakan tiga orang tersebut sesuai jadwal akan tiba pada Jumat (8/11) sore dan rombongan dipimpin oleh Sekretaris Yayasan KUKB MW Y Rieger-Rompas.
Mereka akan bertemu langsung dengan para korban yang masih hidup dan para keluarga korban dalam peristiwa pembantaian oleh tentara Belanda terhadap warga Rengat pada tanggal 5 Januari 1949 yang menewaskan sekitar 2.600 orang.
"Nanti tim akan mendata sekaligus memberikan data-data yang harus diisi, sebagai bahan untuk lampiran gugatan oleh kuasa hukum KUKB ke pengadilan internasional," katanya.
Proses perjalanan gugatan memerlukan waktu yang cukup panjang, sehingga diperlukan dukungan dan kesabaran semua pihak. Dalam gugatan yang dilakukan kuasa hukum KUKB, hanya perjuangan hak terhadap korban sampai pada anak korban.
Dampak kejadian ini dirasakan langsung oleh korban yang masih hidup seperti janda dan anak korban. "Sedangkan cucu tidak dihitung seperti saya, selaku cucu kandung almarhum Mandor Rasiman. Tidak mendapatkan hak meski saya ikut berjuang. Ini demi masyarakat Indragiri Hulu," jelasnya.
Yayasan KUKB yang sebelumnya sudah berhasil memperjuangkan para ahli waris korban pembantaian Belanda dari peristiwa di Rawagede, Jawa Barat tahun 1945-1949 dan peristiwa Westerling, Sulawesi Selatan tahun 1946-1947.
Pemerintah Belanda memberikan ganti rugi terhadap keluarga korban pembantaian yang dilakukan tentara mereka di Rawagede dan Westerling pada periode pendudukan antara tahun 1945 sampai 1949.
KUKB pendamping dua kasus ini mengatakan, ada sepuluh janda korban penembakan Westerling yang menerima ganti rugi sebesar 27.000 dolar AS atau sekitar Rp 277,6 juta per orang.