Kamis 07 Nov 2013 18:32 WIB

Syarifuddin Suding: Koruptor Tak Laik Dapat Pensiun

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Djibril Muhammad
Syarifuddin Suding
Foto: Republika/Wihdan
Syarifuddin Suding

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Fraksi Hati Nurani Rakyat (Hanura) Syarifuddin Sudding mengatakan, koruptor tidak laik mendapatkan fasilitas dari negara, termasuk uang pensiun.

Ini merupakan tanggapannya terkait adanya beberapa anggota DPR RI yang terlibat kasus korupsi, tetap mendapatkan uang pensiun dari negara.

"Terlepas dari mekanisme yang ada di DPR RI, saya menegaskan bahwa seharusnya seorang koruptor tidak layak untuk mendapatkan uang pensiun dari negara. Mereka sudah merugikan rakyat dan negara dengan melakukan korupsi," kata Sudding, Kamis, (7/11).

Dana pensiun bagi anggota dewan, ujar Sudding, diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/ Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/ Tinggi Negara, serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/ Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara.

Selain itu, uang pensiun itu juga diberikan kepada anggota dewan yang diganti atau mundur sebelum masa jabatannya habis. Hal tersebut diatur dalam UU MPR DPR, DPD, dan DPRD (MD3).

Uang pensiun bagi anggota DPR, kata Sudding, berjumlah senam sampai 75 persen dari gaji pokok yang diterimanya selama aktif menjadi anggota DPR. Besaran uang pensiun juga didasarkan pada lamanya masa jabatan seorang anggota DPR.

Gaji pokok anggota DPR, Sudding menerangkan, bervariasi, dengan nilai minimal Rp 4,2 juta. Semakin lama seorang wakil rakyat menjabat, maka gaji pokok anggota dewan akan semakin meningkat.

Jika mekanisme yang ada di DPR RI memungkinkan bagi koruptor untuk mendapatkan uang pensiun. "Maka mekanisme tersebut harus bisa diubah karena aturan tersebut menyakiti hati rakyat Indonesia," kata Sudding.

Sudding juga menyetujui upaya pemiskinan koruptor untuk memberikan efek jera. Salah satu langkah pemiskinan tersebut adalah dengan tidak memberikan semua fasilitas negara, yang semula diperoleh para koruptor.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement