Selasa 05 Nov 2013 18:47 WIB

Upah Buruh di Jakarta Lebih Murah Daripada di Bangkok dan Manila

Rep: Fenny Melisa/ Red: Nidia Zuraya
Buruh berunjuk rasa tuntut kenaikan upah.
Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Buruh berunjuk rasa tuntut kenaikan upah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyayangkan pernyataan Presiden SBY yang mengatakan bahwa rezim upah murah di Indonesia telah berakhir.  Menurutnya apa yang dikatakan SBY sangat bertolak belakang dengan fakta dilapangan. 

"Sebaliknya, pemerintah masih berpihak kepada kebijakan upah murah termasuk Gubernur Jokowi yang telah memutuskan UMP DKI 2014 Sebesar Rp. 2.441.301," ujar Said Iqbal dihubungi ROL, Selasa (5/11).

Said Iqbal menyatakan sangat tidak rasional dengan UMP DKI Jakarta tahun 2014 sebesar Rp 2.441.301, buruh dapat hidup di Jakarta. Sebab biaya hidup buruh per bulan yakni Rp 600 ribu untuk sewa rumah, Rp 500 ribu untuk ongkos transportasi ke pabrik dan kegiatan lainnya, Rp 990 ribu untuk makan (makan pagi Rp 9.000, makan siang Rp 12 ribu, dan makan malam Rp 12 ribu per hari), maka sisa uang yang dipegang buruh hanya tinggal sekitar Rp 250 ribu untuk biaya sebulan di Jakarta.

"Fakta ini menjelaskan bahwa Gubernur Jokowi dan Presiden SBY ternyata masih mempertahankan rezim upah murah," katanya.

Said Iqbal menilai UMP DKI Jakarta tahun 2014 sebagai ibukota Indonesia  sebesar Rp. 2.441.301 jauh lebih rendah jika dibandingkan upah minimum tahun 2013 di Bangkok (ibukota Thailand) sebesar Rp 2,8 juta dan Manila (ibukota Filipina) Rp 3,2 juta. Upah tersebut hanya sedikit lebih tinggi dari upah minimum di Kamboja dan Vietnam dimana baru 5 tahun investasi asing berkembang di sana. 

"Padahal investasi asing di Jakarta dan sekitarnya sudah masuk sejak 43 tahun yang lalu semenjak diberlakukannya UU PMA tahun 1970," kata dia. Fakta ini, tuturnya, menjelaskan, 43 tahun buruh tetap miskin sampai sekarang.

Lebih lanjut Said Iqbal menyatakan penetapan UMP DKI Jakarta Rp 2.441.301 diputuskan berdasarkan KHL tahun 2013 yang sebesar Rp 2.299.806. Padahal anggota dewan pengupahan dari unsur buruh sudah mengusulkan KHL harus mengunakan KHL 2014 sebesar Rp 2.767.320 untuk penetapan UMP 2014. 

Karena UMP DKI Jakarta tahun 2014 mengunakan dasar perhitungan KHL tahun 2013, lanjut Said Iqbal, berarti buruh DKI Jakarta membayar biaya hidup di tahun depan dengan gaji di tahun sekarang. "Jelas sekali kebijakan upah murah ini akan terus memiskinkan buruh dan masyarakat," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement