Sabtu 02 Nov 2013 18:02 WIB

KSPI: Buruh Akan Terus Perjuangkan Kenaikan Upah Minimum 50 Persen

Rep: Fenny Melisa / Red: Djibril Muhammad
 Ribuan buruh melakukan aksi mogok kerja di kawasan industri EJIP Cikarang, Jawa Barat, Jumat (1/11).  (Republika/ Tahta Aidilla)
Ribuan buruh melakukan aksi mogok kerja di kawasan industri EJIP Cikarang, Jawa Barat, Jumat (1/11). (Republika/ Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen Konfederasi serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Muhammad Rusdi mengatakan buruh akan tetap memperjuangkan kenaikan upah 50 persen. Sebab menurut dia, kenaikan 50 persen tersebut sudah berdasarkan hitung-hitungan secara formal.

Ia menuturkan ketetapan upah minimum oleh kepala daerah (gubernur/ bupati/ wali kota) seringkali tidak ditetapkan berdasarkan survei Komponen Hidup Layak (KHL) yang sesuai kebutuhan riil buruh.

Ia mencontohkan kebutuhan tempat tinggal. Hasil survei KHL buruh harga sewa kamar 3 petak Rp 800 ribu. Namun selama ini diputuskan Rp 500 ribu. Contoh lain transportasi. Hasil survei buruh memperkirakan Rp 600 ribu. Namun diputuskan Rp 210 ribu.

"Jadi, ada item kebutuhan yang tidak masuk hitungan KHL atau tidak sesuai dengan survei KHL yang dilakukan buruh," ujar Rusdi pada diskusi Polemik 'Buruh Mengeluh Pengusaha Berpeluh' SindoTriJaya FM Sabtu (2/10).

Mengenai penetapan upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta Rp 2,4 juta, Rusdi menilai, hal tersebut adalah keputusan yang cacat moril dan cacat hukum. Sebab, menurut dia angka tersebut lahir tidak dengan kesepakatan perwakilan buruh di dewan pengupahan.

"Perwakilan buruh tiga kali walk out dari Dewan Pengupahan DKI Jakarta karena ada arogansi dari dewan pengupahan unsur pemerintah yang dominan. Bagaimana bisa upah ditetapkan ketika perwakilan buruh tidak hadir?," tutur Rusdi.

Sementara itu, Ketua Komite Tetap Kamar Dagang Indonesia (KADIN) Riza Suwarga menilai wajar tuntutan buruh yang meminta kenaikan upah. Sebab saat ini nilai rupiah terus melemah menyebabkan harga meningkat sehingga daya beli masyarakat termasuk buruh pun menurun.

"Hal yang paling fundamental yang harus diselesaikan oleh pemerintah adalah nilai tukar rupiah yang melemah. Nilai tukar rupiah yang lemahkan menurunkan daya beli kita termasuk buruh," kata Riza.

Lebih lanjut Riza mengatakan perlu sikap arif menghadapi tuntutan buruh.  Selain itu, perlu ada titik temu antara pengusaha dengan buruh terkait upah minimum. "Titik temu itulah yang diperlukan agar ada stabilisasi ekonomi," ujarnya.

Sementara itu, lia melanjutkan, pemerintah jangan lepas tangan terkait penetapan upah minimum atau membenturkan permasalahan ini antara pengusaha dan buruh. PR besar pemerintah, tuturnya, yaitu harus merevitalisasi lagi kebijakan ekonomi yang fundamental salah satunya ada penguatan nilai tukar rupiah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement