REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pakar bahasa Universitas Bengkulu, Agus Trianto mengajak para guru Bahasa Indonesia mengajarkannya tak sebatas fokus pada retorika teks dan unsur kebahasaan teks.
"Inilah kekhawatiran yang terjadi dalam pembelajaran bahasa, termasuk bahasa Indonesia," katanya saat seminar 'Kurikulum 2013 Berbasis Bahasa Indonesia sebagai Penghela Peradaban Bangsa' di Semarang, Sabtu (2/11).
Seminar yang berlangsung di kampus Universitas Negeri Semarang (Unnes) tersebut terselenggara atas kerja sama antara Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah dan Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Unnes.
Menurut pengajar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu itu, guru tidak boleh lupa akan fungsi bahasa Indonesia sebagai wahana pembina dan pengembang perabadan bangsa.
Agus yang menjadi Tim Inti Penyusun Kurikulum 2013 mengaku pernah mengamati pembelajaran Bahasa Inggris yang menunjukkan guru begitu asyiknya menjelaskan bagaimana struktur naratif dan ciri bahasa.
"Sementara itu, penggunaan bahasa Inggris di kelas justru sangat minim. Kekhawatiran yang sama seperti ini juga bisa terjadi pada pelajaran Bahasa Indonesia atau bahasa-bahasa asing lainnya," katanya.
Guru Bahasa Indonesia, kata dia, tidak boleh lagi berpikir model 'kacamata kuda', tetapi harus berpikir secara lintas bidang dalam mengajarkan bahasa Indonesia pada siswa-siswanya di kelas.
"Bahasa dan isi, meliputi bidang ilmu dan kegiatan kehidupan merupakan dwitunggal. Bahasa tanpa isi menjadi tanpa makna, sementara isi tanpa bahasa menjadi sesuatu yang mandek, kurang bermanfaat," katanya.
Karenany, Agus mengatakan kurikulum 2013 mencoba mengembalikan fungsi bahasa Indonesia dengan membebaskan siswa berekspresi dan kreatif memilih bahan atau teks yang bersifat aktual.