REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Kehormatan MK menduga Ketua MK nonaktif Akil Mochtar kerap mengatur pembagian persidangan perkara sengketa pilkada dengan tidak adil dan tanpa mengikuti jadwal yang sudah disusun panitera.
Hakim terlapor (Akil Mochtar) menggunakan kewenangannya sebagai Ketua MK dalam menentukan pendistribusian perkara pilkada kepada masing-masing panel hakim dan menetapkan pembagian penanganan perkara pilkada yang jumlahnya lebih banyak kepada panel hakim terlapor dari pada panel hakim lainnya.
Penilaian tersebut disampaikan anggota Majelis Kehormatan Abbas Said dalam pembacaan pertimbangan hukum sidang kode etik Akil Mochtar di Gedung MK, Jakarta, Jumat. Dalam sidang itu, Majelis Kehormatan MK memutuskan Akil Mochtar diberhentikan tidak dengan hormat.
Majelis Kehormatan juga menemukan fakta dari keterangan para saksi yang menyatakan hampir seluruh pilkada daerah Kalimantan ditangani Akil Mochtar, padahal Akil berasal dari daerah tersebut. Hal ini mengindikasikan Akil memiliki motif untuk mengendalikan perkara ke arah putusan tertentu.
Menyikapi hal ini, hakim konstitusi Harjono mengungkapkan dirinya sebagai hakim konstitusi merasakan ada pembagian persidangan yang tidak proporsional dari Akil Mochtar. Dia meyakini hakim lain juga merasakan hal itu. "Kita semua itu tahu kalau Pak Akil lebih banyak (menangani perkara). Kita merasakan," ujar Harjono.
Harjono mencontohkan, sering kali dalam persidangan, Akil Mochtar menangani empat perkara, sedangkan panel lain hanya menangani dua perkara. Padahal jadwal sidang sudah dibagi oleh panitera dengan berimbang.
"Perkara dibagi rata oleh panitera, dan itu diubah oleh Pak Akil selaku Ketua MK yang memiliki hak prerogratif," ujar Harjono.
Sementara itu hakim konstitusi lainnya Patrialis Akbar menyatakan tidak merasakan adanya pembagian tugas yang tidak proporsional.
Akil Mochtar merupakan Ketua MK yang tertangkap tangan dan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena dugaan menerima suap sengketa pilkada Gunung Mas, Kalimantan dan Lebak, Banten. Akil Mochtar juga dikenakan pasal gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang oleh KPK.