Kamis 24 Oct 2013 18:39 WIB

Refly: Perppu MK Usik Parpol

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Heri Ruslan
Refly Harun
Foto: Antara
Refly Harun

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Semua pihak diminta agar melihat manfaat keberadaan Peraturan Pemerintah  Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1 Tahun 2013 terhadap nasib Mahkamah Konstitusi (MK) ke depan.

“Jangan hanya terpaku pada persoalan-persoalan relatif seperti  timing, kegentingan, dan lain sebagainya,” kata mantan staf ahli MK, Refly Harun, Kamis (24/10).

Ia menuturkan, mereka yang memperdebatkan kehadiran perppu ini justru hampir tidak mempermasalahkan masalah-masalah yang sifatnya substantif dan absolut. Sedikit sekali kritikan diarahkan kepada isi perppu tersebut.

Karena itu, Refly menilai suara-suara penolakan yang muncul belakangan ini hanya sebagai panggung politik. “Ini bagian dari fenomena menjelang Pemilu 2014. Ketika Presiden SBY memiliki itikad baik mengeluarkan perppu ini, maka parpol-parpol yang berseberangan dengan pemerintah akan ramai-ramai menolak,” ujarnya.

Refly berpendapat, ada semacam perasaan terusik yang muncul di kalangan politikus saat Perppu MK ini diterbitkan. Pasalnya, pada salah satu pasalnya dinyatakan, calon hakim konstitusi tidak boleh lagi diambil dari anggota parpol, kecuali yang bersangkutan telah berhenti minimal tujuh tahun sebelum dicalonkan.

Padahal, aturan ini menurutnya penting ditegakkan untuk membebaskan lembaga peradilan sekelas MK dari berbagai kepentingan parpol. “Coba bayangkan, saat ini semua lembaga negara pasti ada orang-orang parpolnya. Mulai dari BPK (Badan Pemeriksaan Keuangan), MA (Mahkamah Agung), hingga MK. Kalau sudah begini, bagaimana fungsi check and balance bisa jalan?” katanya mempertanyakan.

Oleh karena itu, ia menilai pembatasan rekrutmen hakim konstitusi ini sudah sesuai dengan prinsip separation of power dalam menjalankan negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement