Senin 21 Oct 2013 22:33 WIB

Tolak Revisi UU MK, Demokrat Khawatir Ada Kompromi Politik

Rep: Muhammad Akbar Wijaya/ Red: Mansyur Faqih
Gedung Mahkamah Konstitusi
Foto: Republika/Yasin Habibi
Gedung Mahkamah Konstitusi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Demokrat meminta Perppu Nomor 1/2013 tentang perubahan Kedua atas UU Nomor 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) tidak dipolemikan. Karena itu merupakan kewenangan prerogatif Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Polemik soal perppu sebetulnya tidak perlu dilakukan," kata Ketua Komisi III DPR dari fraksi Partai Demokrat Pieter Zulkifli di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (21/10).

Pieter mengatakan, kritik sejumlah pengamat terhadap perppu tidak tepat. Larena materi perppu sendiri belum disampaikan secara resmi oleh pemerintah. 

Dia percaya SBY tak akan gegabah mengeluarkan peraturan yang bertentangan dengan konstitusi. "Apakah mungkin presiden yang mengeluarkan perppu itu melanggar konstitusional," tanya dia.

Ia menyatakan, inisiatif SBY mengeluarkan Perppu MK sudah tepat. Karena sejak Akil Mochtar ditangkap KPK atas dugaan suap, MK berada dalam situasi darurat. 

Ketimbang hanya mengkritik, Pieter meminta para pakar hukum memberi masukan ke SBY untuk menyelamatkan MK. "Jangan dipolitisi yang malah hanya akan merusak citra bangsa Indonesia," ujarnya.

Pieter pun tidak sepakat dengan usul merevisi UU MK. Menurutnya revisi UU memakan waktu yang panjang. Di dalam proses terbuka kemungkinan tarik menarik kepentingan politik. Padahal, penyelamatan kredibelitas MK perlu dilakukan segera. "Kalau revisi UU MK tidak cukup waktu tiga bulan. Maka yang dikhawatirkan kompromi politik," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement