Senin 21 Oct 2013 07:11 WIB

Loyalis Anas Menolak Meminta Maaf

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Heri Ruslan
Pengurus Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) Muhammad Rahmad
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Pengurus Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) Muhammad Rahmad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan wakil direktur eksekutif Partai Demokrat, M Rahmad menolak meminta maaf terkait tudingan penculikan mantan ketua umum Partai Demokrat Subur Budhisantoso oleh Badan Intelijen Nasional (BIN).

Menurut Rahmad, yang juga anggota ormas Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) bentukan Anas Urbaningrum, tak benar ia melayangkan tudingan tersebut.

"Saya tidak pernah mengatakan Prof SBS diculik, ditangkap, diambil paksa, diamankan, diciduk dan sebagainya," kata Rahmad dalam keterangan persnya di Rumah Pergerakan, di Duren Sawit, Jakarta Timur, Ahad (20/10). Menurutnya tak ada kata-kata salah yang ia sampaikan ke publik.

Rahmad menyayangkan reaksi yang ditimbulkan kabar penculikan. Menurutnya, ia sama sekali tak bermaksud menyebar fitnah.

Kabar penculikan itu mengemuka setelah Rahmad menyampaikannya dalam acara diskusi di kediaman mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum di Duren Sawit, Jumat (18/10). Saat itu ia mengatakan, Subur yang mestinya jadi pembicara tak bisa hadir karena dijemput staf BIN.

Informasi terkait dugaan penculikan, menurut Rahmad, didapat dari anggota PPI Sri Mulyono yang bertugas menjemput Subur. Saat menyambangi kediaman Subur, menurut Rahmad, Sri Mulyono mendapat informasi dari ajudan Subur bahwa yang bersangkutan dijemput orang BIN.

Mendapat informasi tersebut, Sri Mulyono langsung bergesa menuju kantor BIN di Kalibata, Jakarta Selatan. Kendati tak diperkenankan menemui Subur, dia sempat berkomunikasi melalui telepon dan Subur mengatakan ada pertemuan dengan BIN.

"Informasi itulah yang saya sampaikan kepada peserta dialog," ujar Rahmad.

Sri Mulyono yang juga memberikan pernyataan kemarin mengiyakan bahwa informasi soal penculikan datang dari dirinya. Ia mengakui informasi tersebut tak tepat dan meminta maaf kepada pihak-pihak yang terimbas. “Saya meminta maaf kepada Muhammad Rahmad, kepada Prof SBS, dan pihak yang merasa dirugikan atas perkembangan pemberitaan masalah ini, termasuk BIN," ujar Sri Mulyono.

Dalam klarifikasinya ke Republika, Subur membantah kalau ia dijemput oleh staf BIN. Namun, ia membenarkan kalau ia ada rapat dengan pejabat BIN pukul 10.00 WIB. Rapat tersebut ditunda sampai pukul 13.00 WIB.

Subur juga mengatakan ia lupa kalau harus hadir dalam acara diskusi PPI. Subur juga mengaku, Jumat itu juga ia terbang ke Pontianak. Ia mengatakan jadi tidak enak dengan situasi yang ditimbulkan. "Karena itu rapat (dengan BIN) rapat biasa," kata Subur.

Sebelum pernyataan kepada media disampaikan Rahmad, kabar tudingan penculikan oleh BIN ditanggapi keras berbagai pihak. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyebut pemberitaan mengenai penculikan oleh BIN sebagai tindakan yang tidak bertanggung jawab dan menyesatkan.

Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengatakan SBY telah meminta Kepala BIN untuk memberikan penjelasan dan klarifikasi kepada masyarakat agar masalahnya menjadi jelas.

"Tidak boleh ada fitnah yang dibiarkan dan disebarkan tanpa pertanggungjawaban," katanya.

Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) Letjen Marciano Norman juga mengatakan BIN tidak menjemput dan tidak memiliki agenda dengan mantan ketua umum Partai Demokrat tersebut. Saat menyampaikan keterangan itu, Marciano berbicara dengan nada tegas dan raut wajah tegang. "Kami tidak punya kepentingan dengan Pak Subur," katanya lagi.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto sebelumnya juga mendesak M Rahmad meminta maaf. “Seharusnya yang bersangkutan bersikap kesatria minta maaf dan mengakui kesalahannya, bukan malah bersembunyi," kata Suyanto

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement