Rabu 09 Oct 2013 16:41 WIB

Derita Siswa Miskin Akibat Pengeroposan Tulang

Rep: Lilis Handayani/ Red: Djibril Muhammad
Bantuan Siswa Miskin
Foto: Antara
Bantuan Siswa Miskin

REPUBLIKA.CO.ID, Mengenyam pendidikan setinggi-tingginya merupakan tekad Endang Mubarok (17 tahun). Cita-citanya ingin menjadi guru agama.

Oleh sebab itu, sejak memasuki sekolah dasar, warga Desa Nunuk, Kecamatan Maja, Kabupaten Majalengka itu selalu giat pergi ke sekolah. Tak ada alasan apapun yang menghalanginya untuk pergi ke sekolah.

 

Namun, saat duduk di kelas enam di SD Nunuk, Endang terjatuh saat bermain bersama teman-temannya. Dia pun mengaku, kedua kakinya selalu terasa sakit bila digunakan untuk berdiri, apalagi berjalan dan berlari. Sebabnya, dia tidak bisa melakukan aktifitas apapun.

 

"Kedua kaki saya rasanya sakit sekali," ujar Endang, saat ditemui di rumah kakaknya di Desa Cengal, Kecamatan Maja, Kabupaten Majalengka, Rabu (9/10).

 

Melihat hal itu, pihak keluarga membawa Endang ke Rumah Sakit Cideres Majalengka. Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter, anak pasangan Sukanta (63) dan Dayi (Alm) itu mengidap penyakit pengeroposan tulang. Dia pun dirawat dalam jangka waktu yang cukup lama di rumah sakit tersebut.

 

Untuk menyembuhkan penyakit itu, dokter menyarankan agar Endang menjalani operasi. Namun, keluarganya tidak memiliki biaya untuk membayar biaya operasi. Maklum, sang ayah yang menjadi tulang punggung keluarga hanya bekerja sebagai buruh tani dengan penghasilan yang kecil.

 

"Jangankan untuk biaya operasi, untuk makan sehari-hari saja susah," tutur remaja yang sudah ditinggal mati ibunya sejak kelas tiga SD tersebut. Sang ibu meninggal dunia akibat penyakit TBC.

 

Karena ketiadaan biaya itu, dengan terpaksa, Endang pun dibawa pulang oleh keluarganya. Tidak ada pengobatan apapun yang diterimanya selama di rumah. Dia pun tidak melakukan apapun sambil berdiri. Dia hanya bisa beraktifitas sambil duduk.

 

Namun, kenyataan itu tak menyurutkan cita-citanya untuk tetap bersekolah. Usai lulus SD, Endang melanjutkan pendidikan ke SMP Islam Nunuk. Untuk mencapai sekolah yang jaraknya sekitar dua kilometer, dia digendong oleh sang ayah dengan berjalan kaki.

Jalan yang dilalui mereka pun bukanlah jalan mulus yang lurus. Mereka harus menyeberangi sungai yang tidak memiliki jembatan. Sedangkan jika pulang sekolah, dia digendong oleh guru ataupun oleh teman-temannya.

 

Semua kebutuhan sekolahnya, baik buku pelajaran maupun seragam sekolah, ditanggung sepenuhnya oleh pihak SMP Islam Nurul. Karenanya, Endang bisa bersekolah dengan gratis.

Dia pun termasuk siswa yang cerdas. Selama duduk di bangku sekolah, dia selalu masuk rangking tiga besar di kelasnya.

 

Lulus dari SMP, Endang melanjutkan pendidikan ke Madrasah Aliyah (MA) Plus Sinangkerta, Desa Sinangkerta, Kecamatan Maja. Kondisi kedua kakinya pun sudah membaik, dia sudah bisa berdiri dan berjalan pelan-pelan.

Namun, dia tidak bisa mengikuti pelajaran olahraga. Gurunya sewaktu di SMP pun sudah menjelaskan hal itu kepada pihak MA.

 

Namun, Endang mengaku pernah disuruh untuk mengikuti pelajaran olahraga. Sebab merasa kedua kakinya tidak kuat, dia pun tidak bisa mengikuti pelajaran tersebut. Akibatnya, dia dihukum dengan cara dijemur di bawah terik matahari.

 

Tak hanya itu, pada Rabu pekan lalu, sang guru olah raga kembali menyuruh Endang untuk ikut pelajaran tersebut. Sang guru berdalih, Endang tidak boleh selalu merasa sakit.

 

Saat itu, Endang akhirnya memaksakan diri untuk ikut pelajaran olahraga. Dia tidak mau kembali dihukum dengan cara dijemur seperti yang pernah dialaminya.

 

Namun, ketika pulang ke rumah usai mengikuti pelajaran olah raga, Endang merasakan sakit yang luar biasa pada kaki kanannya. Bahkan, kaki kanannya pun menjadi bengkok. Akibatnya, kondisi kakinya semakin bertambah parah. Dia pun terpaksa tidak bisa pergi ke sekolah.

 

Endang mengaku, saat ini sudah ada Jamkesmas. Namun, keluarganya tetap tidak memiliki uang untuk biaya hidup selama di rumah sakit. Karenanya, operasi pada kakinya tetap tidak bisa dilakukan.

 

Kini, Endang hanya bisa duduk dan tiduran di rumah kakaknya. Sebab, rumah ayahnya yang terbuat dari bilik bambu dan terletak di Desa Nunuk, kondisinya sudah hampir ambruk. "Saya ingin kembali bersekolah," tutur anak ke-11 dari 12 bersaudara itu.

 

Sementara itu, guru olahraga MA Sinangkerta, Heru Budiana, berdalih tidak mengetahui kondisi kesehatan Endang. Dia pun mengaku hanya menyuruh Endang untuk melihat teman-temannya beroleh raga, dan bukan menyuruh untuk ikut berolahraga.

 

Sola hukuman jemur, Heru pun menyatakan hal itu dimaksudkannya agar badan siswanya itu sehat. Pasalnya, sinar matahari bagus untuk kesehatan tulang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement