REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sekitar 320 kepala daerah di Indonesia terpaksa berurusan dengan hukum, karena kebijakan yang tidak diselaraskan dengan UU Otonomi Daerah dan kebijakannya dilaksanakan salah.
Hal itu dikemukakan Asisten Deputi Penelitian Pengembangan Politik Kementerian Dalam Negeri Budi Prasetyo dalam diskusi panel pada Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) 2013, di Royal Ambarukmo Yogyakarta, Rabu (9/10).
Dia mengungkapkan masih ada persepsi yang berbeda kebijakan provinsi, kabupaten/kota dan pemerintah pusat. "Sehingga belum nyekrup atau merge," ujarnya.
Lebih lanjut Budi mengatakan dalam UU (Udang-undang) No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah ada pasal yang mengatur seluruh peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemerintah daerah harus menyesuaikan dengan UU tersebut. Dengan adanya otonomi daerah terjadi pemekaran dari tingkat provinsi hinga desa/ kelurahan.
Saat ini di Indonesia ada 34 provinsi, 508 kabupaten/ kota, 7200 kecamatan lebih dan 81 ribu desa/ kelurahan. Persoalannya sekarang, banyak yang jalan sendiri-sendiri. Kebijakannya banyak yang dibuat sendiri-sendiri dan justru menjerat sendiri.
"Maksudnya, dalam melakukan langkah ada peraturan yang bertentangan dengan peraturan yang lain," ungkap dia.
Sementara itu Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X saat diminta pendapatnya mengenai banyaknya kepala daerah yang beruursan dengan hukum, dia mengatakan prihatin.
"Bagi saya kalau hal itu terjadi memprihatinkan. Tetapi saya tidak tahu persoalannya apa yang menyebabkan mereka terjerat hukum, apakah persoalan administratif atau pidana, DIY mestinya bisa memberikan keteladanan yang baik," ujarnya.