Rabu 09 Oct 2013 12:59 WIB

PDIP Dukung Pemilihan Gubernur Secara Langsung

Rep: dyah ratna meta novie/ Red: Taufik Rachman
Pilkada (ilustrasi)
Foto: IST
Pilkada (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,

JAKARTA--Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDIP Arif Wibowo mengatakan,  semua fraksi di Komisi II sudah sepakat agar gubernur dipilih secara langsung. Pemilihan gubernur secara langsung ini memang harus dilakukan untuk memperkuat legitimasi kewenangannya.

"Dalam konstitusi juga terdapat otonomi daerah. Gubernur itu kepala daerah dari otonomi daerah, makanya sebaiknya memang dipilih langsung," kata Arif di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu, (9/10).

Intinya, ujar Arif, untuk pemilihan gubernur semua fraksi sudah sepakat. Namun untuk pemilihan bupati dan walikota masih diperdebatkan oleh berbagai fraksi.

Fraksi yang sepakat pemilihan walikota dan bupati secara tidak langsung atau dipilih melalui DPRD adalah Demokrat dan PPP. "Kami sendiri masih mempertimbangkan untuk mengembalikan pemilihan kepala daerah ke DPRD namun dengan partisipasi publik secara terbuka," kata Arif.

Apalagi, terang Arif, sejak merebaknya kasus Akil Mochtar, semangat untuk mengembalikan pemilihan kepala daerah seperti bupati dan walikota ke DPRD cukup menguat. Namun hal itu harus melibatkan publik.

Misalnya saja, kata Arif, bupati atau walikota yang akan dipilih oleh DPRD diperkenalkan kepada publik satu tahun sebelum pemilihan. Nanti publik yang akan memberikan penilaian terhadap para calon kepala daerah itu, kalau publik tidak suka karena ia dinilai tidak punya kapabilitas  maka partai bisa mempertimbangkan untuk menariknya dan mengganti dengan orang lain.

"Intinya pemilihan bupati dan walikota memadukan  antara aspirasi DPRD dengan aspirasi rakyat. Ini diperlukan agar walikota atau bupati yang dipilih bukan hanya disukai oleh elitis namun juga publik," ujar Arif.

Sebenarnya, terang Arif, kalau memang taat kepada  ideologi negara, pemilihan bupati dan walikota itu melalui DPRD. Dulu sistem ini dikoreksi melalui pemilihan langsung agar tidak terjadi politik transaksional.

Faktanya, ujar Arif, saat dilakukan pemilihan bupati dan walikota langsung, mereka juga berani membeli suara per kepala. Makanya baik pemilihan walikota dan bupati secara langsung dan tidak langsung tetap saja terdapat money politic. "Ini merupakan permasalahan yang harus diselesaikan. Mencari upaya untuk meminimalisir politik transaksional," kata Arif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement