REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi dinilai bisa mengacaukan penyidikan yang sedang dilakukan oleh KPK dan BNN terkait tersangka suap pilkada, Akil Muchtar.
Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra mengatakan pemeriksaan pelanggaran etik yang dilakukan Majelis Kehormatan MK sudah tidak perlu lagi dilakukan. Sebab masalah terkait hakim dan ketua MK Akil Mochtar sudah ditangani aparat penegak hukum, yakni KPK dan BNN.
"Pemeriksaan etik ini malah bisa mengganggu proses penyidikan yang dilakukan KPK dan BNN," katanya, Selasa (8/10).
Ia menjelaskan dalam sidang Majelis Kehormatan dilakukan secara terbuka, sementara penyidikan KPK dan BNN bersifat tertutup sesuai hukum acara pidana. Dikhawatirkan hasil pemeriksaan Majelis Kehormatan MK dan KPK serta BNN berbeda.
"Apa jadinya kalau saksi-saksi yang hanya terbatas diperiksa Majelis Kehormatan, hasilnya berbeda dengan penyidikan yang dilakukan KPK dan BNN? Rakyat bisa tambah bingung dan ini bisa merusak kredebilitas Majelis Kehormatan MK," katanya.
Menurutnya, rakyat awam susah untuk membedakan pemeriksaan etik dengan pemeriksaan hukum. Keduanya memang berkaitan satu sama lain dan sulit dipisahkan.
Karena itu, Yusril berpendapat, kalau aparat penegak hukum telah menyidik hakim MK, maka sebaiknya Majelis Kehormatan tdk perlu lagi lakukan pemeriksaan. Sebab, kalau terjadi pelanggaran etik, belum tentu terjadi pelanggaran hukum. Tapi kalau terjadi pelanggaran hukum pidana, sudah pasti ada pelanggaran etik.
"Lagi pula karena sudah jadi tersangka, berdasarkan UU MK, Akil praktis diberhentikan sementara. Sedangkan putusan Majelis Kehormatan, kalau terbukti ada pelanggaran etik, hanya merekomendasikan agar Akil diberhentikan. Jadi untuk apa ada sidang etik?" Tanyanya.