REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Kehormatan yang dibentuk pascapenangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru mulai bekerja efektif awal pekan ini.
Karenanya, belum ada kepastian kapan keputusan soal nasib Akil bisa mereka sampaikan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Jadi, masih belum ada pembahasan yang kami lakukan sekarang ini," kata anggota Majelis Kehormatan MK, Hikmahanto Juwana, saat dihubungi, Sabtu (5/10).
Ia menuturkan, Majelis Kehormatan MK rencananya akan memanggil orang-orang yang ada di sekitar Akil, Senin (7/10). Mulai dari ajudan, supir, hingga orang-orang yang ada di internal MK.
"Mereka akan kami mintai keterangan untuk penggalian informasi terkait pelanggaran dan perbuatan tercela yang dilakukan Akil," ujar pakar hukum dari Universitas Indonesia itu.
Sebelumnya, KPK telah menahan Akil Mochtar karena tertangkap tangan menerima suap senilai Rp 3 miliar di rumah dinasnya di Jl Widya Chandra III No 7 Jakarta, Rabu (2/10) malam.
Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, uang haram tersebut diduga kuat memiliki kaitan dengan sengketa Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah, yang tengah ditangani Akil.
Hikmahanto menjelaskan, saat ini Akil baru diberhentikan sementara dari jabatannya sebagai ketua MK. Dengan status tersebut, mantan politikus Partai Golkar itu masih berhak menerima gaji dari negara.
"Kalau nanti Akil memang terbukti bersalah, maka ia langsung diberhentikan tidak dengan hormat. Gajinya pun akan disetop secara permanen mulai saat itu juga," katanya.