REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih melakukan pemeriksaan terhadap Ketua Mahkamah Konsitusi (MK), Akil Mochtar dan empat lainnya dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (2/10) malam.
Pakar hukum tata negara yang pernah melaporkan Akil ke KPK, Refly Harun merasa senang melihat MK bersih.
"Begini, saya tidak ingin subjektif ya. Saya tidak ada persoalan sama pak Akil, sama MK, pak Mahfud, yang kita lakukan ini kan kewajiban seorang warga negara yang ingin melihat MK itu bersih. Apalagi saya juga pernah ikut menjadi bagian dalam MK yang kemudian merumuskan misi MK untuk menjadi pengadilan yang terpercaya," kata Refly yang ditemui di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (3/10).
Refly menjelaskan ia termasuk pihak yang mengkritik pemilihan Akil Mochtar sebagai Ketua MK tanpa melalui proses yang transparan, akuntabel, objektif dan partisipatif.
Padahal menurut dia, untuk menjadi ketua MK dibutuhkan negawaran yang tidak banyak memiliki dendam politik dan lebih banyak diam dalam kepentingan politik.
Kalau masih berpolitik dan menjabat jabatan publik lain, dikhawatirkan tidak independen. Hakim MK yang menerima suap, ia melanjutkan, bukan disebabkan dari segi penghasilan.
Sebab, ia melanjutkan, penghasilan hakim MK sangat besar yang menurut Sekjen MK yaitu sebesar Rp 20-30 juta.
Sedangkan berdasarkan pengaduan dari Kementerian Keuangan, pendapatan hakim MK sangat luar biasa, bahkan bisa lebih dari Rp 100 juta per bulan. Sehingga tidak ada alasan untuk melakukan tindak pidana korupsi.
Mengenai pelaporannya terhadap Akil Mochtar di KPK, saat itu tim investigasi terdiri dari Adnan Buyung Nasution, Bambang Harimurti, Bambang Widjojanto dan Saldi isra. Saat itu, tim sudah mengonfirmasikan adanya permintaan uang sebesar Rp 1 miliar yang dimintakan Akil.
Namun laporannya terputus dan menjadi kurang bukti karena tidak dapat dipastikan apakah Akil sudah menerima uang tersebut atau tidak.
Ia juga tidak mengetahui perkembangan dari laporannya hingga saat ini bagaimana karena tidak ada perkembangan dari KPK.
Hingga akhirnya Akil tertangkap tangan untuk kasus yang lain. Maka itu ia berharap penangkapan Akil dapat menjadi pintu masuk untuk mengungkap seluruh kasus yang melibatkan Akil.
"Bisa jadi ini entry point saja, jadi ada kasus-kasus lain yang juga melibatkan dia (Akil Mochtar). Tapi kita tetap harus menghormati azas praduga tak bersalah," ujarnya.
Sebelumnya pada 2010, pakar hukum Tata Negara, Refly Harun membuat testimoni dalam artikel di sebuah media nasional yang menuding ada praktik mafia kasus di MK.
Refly yang menjabat sebagai Ketua Lembaga Centro (Center for Electoral Reform) itu, menyebut bahwa Akil Mochtar diduga menerima uang Rp 1 miliar dari Bupati Simalungun, JR Saragih.
Dalam testimoninya, JR Saragih meminta Refly menurunkan biaya pengacara menjadi Rp 2 miliar, karena uang Rp 1 miliar akan diberikan ke seorang hakim Mahkamah Konstitusi.
Ketua MK saat itu, Mahfud MD sudah membentuk tim investigasi sedangkan Akil telah membantah adanya tudingan tersebut.