REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyandingan data pemilih oleh Komisi pemilihan Umum (KPU) dan Kemendagri masih menyisakan sebanyak 21 juta pemilih yang belum sinkron. Sebagian besar data yang belum sesuai itu merupakan daftar pemilih dengan nomor induk kependudukan (NIK) yang tidak valid.
"Yang belum solved itu 21 juta pemilih, berdasarkan info dari tim teknis Kemendagri. Masalahnya sebenarnya informasi NIK yang invalid, misalnya NIK nol atau hanya dua digit, atau empat digit di belakangnya nol," kata tenaga ahli teknis KPU, Partono Samino di Jakarta, Senin (30/9).
Namun, katanya, 21 juta pemilih dengan NIK yang belum valid itu ada secara rill di lapangan. Artinya, nama dan data lain seperti alamat dan tempat/tanggal lahir tercatat. Tetapi terjadi kesalahan teknis dalam pengunggahan data pemilih ke dalam sistem informasi daftar pemilh (sidalih).
Sebab, tidak semua KPU Kabupaten/Kota terintegrasi secara online dengan internet. Akibatnya, data yang telah dimutakhirkan di lapangan dimasukkan ke dalam format microsoft excel terlebih dahulu. Setelah terhubung dengan internet, data tersbeut dimasukkan ke dalam sidalih. Sayangnya, format excel dan sidalih yang berbeda membuat data yang diunggah tidak terbaca dengan sempurna oleh sidalih.
"Misalnya tanggal excel tahun duluan, baru bulan baru tanggal, sementara di sidalih formatnya tanggal-bulan-tahun. Kolom NIK dan NKK juga banyak yang salah, itu kadang kolom NIK dan NKK tidak diisi oleh petugas KPU," jelas Partono.
Proses unggah data yang belum benar dan kurang cermat tersdbut, menurut Partono, juga dipertegas saat KPU juga melakukan pengecekan ulang dan menyandingkan dengan data penduduk potensial pemilih (DP4) Kemendagri.
"Kami juga menyandingkan, hasilnya 160 juta sudah sama persis dengan data Kemendagri. NIK bermasalah ditemukan 15 juta pemilih, di antaranya NIK hanya satu digit sebanyak 4 juta, kemudian 4,5 juta NIK nya sudah 16 digit tetapi belakangnya 00. Itu yang akan kami perbaiki bersama," ungkapnya.