REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama memandang kebijakan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tidak efektif untuk diterapkan karena prosesnya terlalu rumit.
"Bahkan, kalau memang mau serius mengurus ibu kota, lebih baik cabut saja sekalian subsidi BBM itu. Pembatasan BBM itu terlalu rumit prosesnya, harus cek ini, cek itu dulu," kata pria yang akrab disapa Ahok ini di Balai Kota, Jakarta Pusat, Jumat (27/9).
Menurut Ahok, biaya subsidi BBM, terutama untuk wilayah Provinsi DKI Jakarta, sebaiknya dialihkan untuk membantu pengadaan armada transportasi umum.
"Daripada digunakan untuk membayar subsidi BBM, lebih baik biaya itu dialihkan untuk membeli armada angkutan umum dalam jumlah banyak, misalnya bus TransJakarta atau bus sedang," ujar Ahok.
Dengan cara tersebut, sambung dia, maka kemacetan di ibu kota dapat berkurang karena warga yang biasa membawa kendaraan pribadi beralih ke transportasi umum.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Energi DKI Jakarta Andi Baso juga mengutarakan pendapat yang sama terkait pembatasan BBM bersubsidi tersebut.
"Pembatasan BBM bersubsidi itu tidak efektif, terlalu susah untuk untuk diterapkan. Harusnya menggunakan cara yang lebih sederhana, yaitu cabut subsidi BBM. Benar-benar subsidi BBM itu dihilangkan," tutur Andi.
Andi mengungkapkan pembatasan BBM bersubsidi itu sulit untuk diterapkan karena terlebih dahulu harus dilakukan berbagai macam pengecekan kondisi di lapangan.
"Sebelum diterapkan, harus dilakukan pendataan kendaraan, kemudian pendataan Surat Tanda Naik Kendaraan (STNK), dan lain-lain. Ini pasti akan memakan waktu yang tidak sebentar. Jadi, lebih baik dipersingkat saja dengan pencabutan subsidi BBM. Ini lebih mudah dan cepat," ungkap Andi.
Andi juga menyarankan agar sebaiknya biaya subsidi BBM dialihkan untuk bantuan-bantuan sosial kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan.