REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Psikologi Politik Universitas Indonesia (UI) Hamdi Muluk mengatakan, memang sebaiknya anggota lembaga negara seperti KPK, MA, MK, BPK tidak perlu diseleksi oleh DPR.
Anggota lembaga negara cukup diseleksi oleh semacam panitia seleksi yang terdiri dari para ahli dan tokoh-tokoh publik yang kredibel dan punya legitimasi moral, sosial, juga punya keahlian di bidang kelembagaan tersebut.
"Panitia seleksi ini harus diumumkan ke publik. Anggotan panitia seleksi boleh diusulkan oleh DPR, universitas, juga presiden, namun mereka harus diberi kebebasan untuk bekerja secara profesional," kata Hamdi, Ahad, (22/9).
Nanti, ujar Hamdi, lembaga eksekutif dan legislatif tinggal mengkonfirmasi saja hasil dari seleksi atau fit and proper test panitia seleksi. Ini juga merupakan salah cara untuk mengurangi terjadinya politik transaksi di legislatif.
Lagi pula, terang Hamdi, hanya di Indonesia DPR ikut menyeleksi pejabat lembaga negara, sedangkan di negara lain tak ada. Lembaga legislatif, ujar Hamdi, di banyak negara disebut legislator. Tugas utamanya lebih berat ke legislasi, bukan ikut melakukan seleksi pejabat negara.
Kalau pejabat publik yang legistimasinya lewat election bukan selection, prosesnya lewat pemilu. "Pejabat publik yang dipilih melalui pemilu antara lain anggota parlemen, presiden, wali kota, gubernur, dan senator,"kata Hamdi.
Kalau pejabat yang duduk di BPK, MA, MK, KPK, terang Hamdi, memang seharusnya proses seleksinya melalui uji kompetensi tertentu. Bukan proses politik seperti pemilu atau harus dipilih oleh DPR melalui suara terbanyak.