Ahad 22 Sep 2013 13:17 WIB

Data KPU Versus Kemendagri, 65 Juta Pemilih Belum Sinkron

Rep: Ira Sasmita/ Red: Djibril Muhammad
 Ketua KPU Husni Kamil Manik, meluncurkan daftar pemilih sementara secara online melalui website KPU, di Jakarta, Selasa (16/7).     (Republika/Adhi Wicaksono)
Ketua KPU Husni Kamil Manik, meluncurkan daftar pemilih sementara secara online melalui website KPU, di Jakarta, Selasa (16/7). (Republika/Adhi Wicaksono)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sesuai rekomendasi Komisi II DPR, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menyandingkan data pemilih secara bersama. Hasil penyandingan menunjukkan masih terdapat 65 juta pemilih yang belum sinkron.

Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan, penyandingan dilakukan dengan menggunakan data penduduk potensial pemilih (DP4) yang dimiliki Kemendagri. Dengan daftar pemilih sementara hasil perbaikan (DPSHP) dari KPU.

Dalam penyandingan tersebut sebanyak 115 juta daftar pemilih hasil pemutakhiran sudah sinkron sesuai dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

"Dari 190.463.184 pemilih dari data Kemendagri, dibandingkan dengan data kita 181.140.282 pemilih. Dari situ sudah ada 115 juta yang sinkron, lengkap dengan NIK yang ada," kata Husni, Ahad (22/9).

Sedangkan 65 juta data pemilih yang belum sinkron, menurut Husni, merupakan data dengan NIK yang lebih atau kurang digitnya. Jumlah standar dalam NIK adalah 16 digit. Sementara, yang terhimpun dalam Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih) ada yang kurang dari 16 digit, dan lebih dari 16 digit.

Setelah ditelusuri tim data dan informasi teknis KPU, kurang atau lebihnya digit disebabkan kesalahan teknis saat data dimasukkan dalam sidalih. Aplikasi excel yang digunakan operator sidalih, hanya mampu membaca NIK hingga 15 digit.

"Yang kurang 16 kita deteksi, masalahnya sebagian besar adalah dari proses pengentrian datanya. Dimana, para operator bekerja pada program excel yang standar, mereka melakukan pengetikan terhadap NIK itu, tapi untuk program standar itu hanya menampung sampai 15 digit saja, sementara digit ke 16 secara otomatis terentri angka 0," jelas Husni.

Oleh sebab itu, KPU bersama Kemendagri disebut Husni akan terus menelusuri apabila masih banyak data pemilih dengan masalah yang sama. Jika sudah ditemukan, datanya secara manual akan dibandingkan dan diperbaiki lagi.

"Nanti kami convert data asal, kemudian setelah didapati di mana saja sebarannya, dan secara manual datanya bisa dibandingkan maka tinggal diperbaiki sedikit saja. Tapi Namanya aplikasi, 1 huruf saja angka berbeda dianggap data yang tidak valid," ungkapnya.

Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri sebelumnya menduga KPU mengabaikan DP4 dalam pemutakhiran daftar pemilih.

Dari hasil penyandingan data DP4 dengan DPSHP yang dihasilkan KPU, dari 190.463.184 penduduk yang tercantum dalam DP4 dan sudah memiliki NIK, hanya menyisakan 111.364.983 penduduk. Terdapat 79.098.201 yang tidak tercantum dalam DPSHP.

"Yang paling fatal, dari 136.020.095 daftar penduduk yang NIK nya dinyatakan sudah tunggal, 100 persen akurat, terdapat 98.400.728 penduduk yang tidak ada dalam DPSHP. NIKK bisa hilang atau berkurang ini enggak mungkin terjadi kalau KPU mutakhirkan data dengan basis DP4," kata Dirjen Administrasi dan Kependudukan (Adminduk) Kemendagri Irman dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR, KPU, dan Bawaslu di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pekan lalu.

Adminduk, menurut Irman juga menemukan NIK dan Kartu Keluarga (KK) yang angkanya kurang dari 16 digit mencapai 35.945.099 penduduk. Kemudian, pemilih yang data tanggal lahirnya 00-00-0000 berjumlah hingga 2.767.031 penduduk. Sedangkan nomor KK yang tidak benar, yang angkanya kurang dari 16 digit tercatat 21.440.934 penduduk.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement