Kamis 19 Sep 2013 18:00 WIB

Diduga Hakim Agung Terlibat Suap, MA Tetap Tunggu Penyidikan KPK

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Dewi Mardiani
Gedung Mahkamah Agung
Foto: Republika/Yasin Habibi
Gedung Mahkamah Agung

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) enggan berkomentar banyak terkait indikasi keterlibatan hakim agung berinisal AA dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara kasasi Hutomo Wijaya Onggowarsito.

"Karena ini masih dalam proses hukum, kami menyerahkan sepenuhnya ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)," ujar Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Ridwan Mansyur, saat dihubungi, Kamis (19/9). Ia memastikan instansinya juga terus melakukan penelitian secara internal terhadap kasus ini.

Menurutnya, proses investigasi yang dilakukan Badan Pengawasan (Bawas) MA sudah berjalan sejak mencuatnya kasus ini ini ke publik. Ridwan pun berjanji, MA selalu membangun koordinasi dengan KPK untuk kepentingan pengembangan penyidikan lembaga itu ke depan. "Dari awal, kami sudah memiliki komitmen dengan KPK," ujarnya.

Terkait sanksi yang bakal dijatuhkan instansinya terhadap AA, Ridwan mengatakan dirinya tidak ingin berspekulasi. Pasalnya, pengakuan Djodi saja belum cukup untuk memenuhi sangkaan kepada AA. Yang jelas, kata dia, sesuai prosedur yang berlaku di MA, setiap hakim yang dinyatakan terlibat kasus hukum pasti bakal dinonaktifkan. "Penyidikan di KPK masih berjalan. Jadi, sebaiknya kita tunggu saja seperti apa perkembangannya nanti," tuturnya.

Seperti diketahui, tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara kasasi Hutomo Wijaya Onggowarsito di MA, Djodi Supratman, mengakui keterlibatan hakim agung berinisial AA dalam kasus yang melilitnya. Djodi mengaku diperintah oleh oknum MA berinisial S untuk menerima uang dari anak buah pengacara Hotma Sitompul, Mario C Bernardo.

Belakangan, orang berinisial S ini diketahui sebagai Suprapto, staf Kepaniteraan MA, yang diduga menjadi kaki tangan hakim agung AA dalam menangani perkara kasasi Hutomo Wijaya Onggowarsito.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement