Kamis 19 Sep 2013 17:47 WIB

Potensi Kerugian Negara di Lelang UN Rp 6,3 M

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Dewi Mardiani
Sejumlah siswa mengikuti Ujian Nasional (UN) mata pelajaran Bahasa Indonesia di SDN Balimester 01, Jatinegara, Jakarta Timur, Senin (6/5).  (Republika/Prayogi)
Sejumlah siswa mengikuti Ujian Nasional (UN) mata pelajaran Bahasa Indonesia di SDN Balimester 01, Jatinegara, Jakarta Timur, Senin (6/5). (Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kekisruhan penyelenggaraan ujian nasional (UN) 2013 yang terjadi di 11 provinsi, berpotensi menyebabkan kerugian negara. Terutama, pada proses lelang potensi kerugiannya mencapai Rp 6,3 miliar.

''Pelaksanaan UN tahun ini, berakibat pada potensi duplikasi anggaran APBN dan APBD nilainya mencapai Rp 62,2 miliar,'' ujar Anggota BPK RI, Rizal Djalil kepada wartawan, Kamis (19/9).

Menurut Rizal, dana penyelenggaran UN per 31 Mei 2013, di daerah masih ada yang masih disimpan direkening bendaharanya jadi belum bisa dipertanggungjawabkan. Nilainya, mencapai Rp 51,2 miliar. Pada proses lelang UN 2012 pun, sebenarnya terdapat kerugian keuangan negara sebesar Rp 8,1 miliar.

''Penyelenggaraan UN 2012 dan 2013, pengelolaan keuangannya pun mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 2,6 miliar,'' katanya.

Rinciannya, lanjut Rizal, kerugian negara akibat pemotongan belanja sebesar Rp 888 juta dan kegiatan fiktif serta penggelembungan sebesar Rp 1,7 miliar. BPK, memberikan waktu dua bulan pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan ini.

Penyimpangan proses lelang 2013, kata dia, baru disebut berpotensi menimbulkan kerugian negara, karena belum ada pembayaran. Namun, ada indikasi kerugian karena dilihat dari pemilihan rekanan yang tidak menghasilkan keuntungan bagi negara dan tak terlalu kompeten dalam menjalankan proyek.

Menurut Rizal, yang menentukan penyimpangan ini korupsi atau bukan, ranahnya ada di penegak hukum, kpk, kepolisian, dan kejaksaan. ''Tapi, kami siap, untuk membantu penghitungan. Waktunya seminggu saja,'' katanya.

Dikatakannya, hasil pemeriksaan UN ini pun masih menunjukkan adanya kelemahan dalam perencanaan. BPK pun, kata dia, menyarankan agar keberadaan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dievaluasi lagi. Dengan banyaknya permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan pada Kemendikbud agar menyerahkan sepenuhnya peyelenggaraan UN  ke daerah. Pusat, sebaiknya fokus pada perencanaan, koordinasi, evaluasi, monitoring dan pengawasan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement