REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Bahasa Daerah di Indonesia sampai kini makin terpinggirkan karena berbagai sebab di antaranya makin berkurangnya jumlah penutur, kata Kepala Bahasa Yogyakarta Tirto Suwondo.
"Memang benar sekarang ini bahasa daerah termasuk Bahasa Jawa mulai terpinggirkan, sehingga dinilai cukup memprihatinkan, kata Kepala Balai Bahasa Yogyakarta Tirto Suwondo di Yogyakarta, Rabu (18/9).
Selain jumlah penutur berkurang, kata dia, akibatnya anak-anak sekarang ini tak lagi diajari bahasa daerah dengan baik, sehingga mereka mulai tidak mengenali bahasa daerahnya.
"Penyebab lainnya adalah juga karena adanya desakan bahasa nasional dan asing yang makin kuat, dan berpengaruh besar dalam bahasa daerah," katanya.
Menurut dia, sampai sekarang ini yang benar-benar terpinggirkan adalah bahasa daerah di luar Jawa di antaranya di Papua, Maluku, Nusa Tenggara Timur dan masih banyak lagi walau di Jawa, Sunda, Bali juga terpinggirkan meskipun tak terlalu tampak.
"Dengan Kurikulum 2013 memang makin menegaskan hal itu bahwa bahasa daerah makin terpingirkan. Maka, perlu ada upaya pemertahanan," kata Tirto Suwondo.
Ia mengatakan, secara yuridis keberadaan Bahasa Daerah memang sangat kuat. Hak hidup dan tumbuhnya tidak saja dilindungi UU No. 24/2009, tetapi juga UUD 45. Dan karena dijamin oleh undang-undang, langkah strategis agar Bahasa Daerah tetap hidup dan berkembang adalah dilakukan melalui jalur pendidikan.
Sebab, hanya lewat jalur pendidikanlah Bahasa Daerah menjadi sesuatu yang dipelajari tanpa henti sehingga akan tetap bertahan walau diterpa angin kencang dari berbagai sisi. Maka, tak berlebihan jika Bahasa Daerah tetap menjadi mapel tersendiri dan tetap menjadi muatan lokal wajib, katanya.