REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Gula Indonesia, Arum Sabil menilai pemerintah tidak responsif menghadapi persoalan gula. Untuk itu ia meminta Komisi Pengawasan Korupsi (KPK) turun tangan menanggapi tuntutan petani.
"Apapun yang kita sampaikan kepada penentu kebijakan berakhir sia-sia. Ibaratnya kita melemparkan garam ke air laut," ujarnya ketika dihubungi Republika, Rabu (18/9).
Kemarin, Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) bersama ribuan petani tebu melakukan aksi turun ke jalan. Mereka menuntut pemerintah serius melakukan pengawasan terhadap rembesnya gula rafinasi. Sebab, kondisi ini terkesan dibiarkan begitu saja.
Lebih jauh, ia mengatakan negara terindikasi mengalami kerugian lebih dari Rp 1,7 triliun. Saat ini apabila impor gula mentah disesuaikan dengan kapasitas terpasang, maka impor gula rafinasi hampir mancapai 3 juta ton per tahun.
Selain melakukan audit, KPK juga diminta menyelidiki pendirian pabrik gula yang baru. Rencana ini dikatakan hanya akan menjadi kedok jalan masuk gula rafinasi yang lebih banyak lagi. "Modus pendirian pabrik gula nampaknya akan semakin dikembangkan di Jawa Timur," katanya.
Apabila peluang pelanggaran ini dibiarkan, maka petani bisa mengalami kebangkrutan masal. Pendirian pabrik gula rafinasi di mata petani merupakan mesin pembunuh yang andal.
Dalam waktu dekat, APTRI akan mengunjungi DPR RI untuk melaporkan hasil investigasi di hadapan Komisi 4 dan 6. Petani tebu meminta agar keputusan-keputusan politik terkait impor gula diselesaikan jalur hukum.