Ahad 15 Sep 2013 17:01 WIB

Mobil Murah Dinilai Berdampak Buruk Bagi Produktivitas Perekonomian

Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan pemerintah pusat yang menyetujui beredarnya mobil murah dan ramah lingkungan dinilai akan menjadi batu sandungan bagi Pemerintah DKI Jakarta yang sedang berperang melawan kemacetan.

''Jakarta saat ini berpenduduk lebih kurang 10 juta jiwa dengan jumlah motor yang hampir setara jumlah penduduk yakni 9,8 juta unit, dan mobil 2,5 juta unit,'' ujar calon anggota DPD dari DKI Jakarta, Rommy, Ahad (15/9).

Calon senator dari DKI jakarta itu mengungkapkan, baru saja diluncurkan mobil murah yang terjual sudah mencapai 17.557 unit. Ditambah lagi, kata Rommy, sebanyak 7.000 unit tambahan disumbang dari wilayah Jakarta.

"Ini gila!, dalam tempo beberapa minggu saja sudah besar jumlah tambahan mobil di DKI. Anda bayangkan, bagaimana lagi kemacetan yang akan kita hadapi? Cari parkir mobil saja sudah sulit, polusi sudah parah, orang bakal terjebak dijalanan dan terlambat kerja, serta aktivitas ekonomi lainnya menjadi terhalang.

Rommy menilai kebijakan mobil murah akan berdampak buruk bagi produktivitas perekonomian secara keseluruhan. Tak hanya itu, menurut Rommy, konsumsi bahan bakar juga akan semakin tinggi. Menurut dia, kebutuhan BBM untuk mobil bisa mencapai 200 liter per bulan dan motor bisa mencapai 20 liter per bulan.

"Saya pikir, ini alamat bahwa program penghematan bahan bakar nasional akan gagal. Bisa lebih banyak kita impor minyak dari luar. Jadi, bukan menyelesaikan masalah transportasi, tapi justru bertambah runyam,'' cetusnya.

Rommy mengaku masih mempertanyakan soal solusi yang ditawarkan Menteri Perindustrian soal pemeratan distribusi mobil murah ke daerah di luar Jakarta. "Buktinya, dari segi pesanan, tetap saja DKI penyumbang terbesar,'' tegasnya.

Menurut dia, solusi transportasi sebenarnya bisa diselesaikan dengan menyediakan transportasi publik yang baik dan aman seperti yang dilakukan oleh negara-negara maju.

"Saya pikir lebih bijak dengan mendukung program pak Jokowi-Basuki untuk memperbaiki sistem transportasi publik yang bagus dan murah serta aman bagi pengguna serta menambah ruas jalan,'' kata Rommy.

Ia menilai Program DKI saat ini yang berupaya membuat sistem pelayanan transportasi publik yang murah dan terintegrasi harusnya ditiru daerah-daerah lain, karena ukuran kemakmuran seharusnya bukan lagi dari kepemilikan mobil.

"Bukannya malah mendorong orang miskin membeli mobil, tapi harusnya mendorong mereka untuk investasi ke pendidikan dan perekonomian,'' paparnya.

Lantaran program nasional sudah dijalankan dengan mitranya pihak swasta otomotif,  menurut Rommy, yang bisa dilakukan Pemprov DKI untuk membendung persoalan yang ditimbulkan dari kebijakan mobil murah pemerintah pusat adalah dengan segera melaksanakan sosialisasi pengenaan pajak progresif bagi pemilik kendaraan.

Selain itu,  Pemprov DKI juga harus terus memperbaiki layanan transportasi bus sedang dan Transjakarta, menerapkan sistem jalan berbayar, pengenaan biaya parier yang tinggi, serta penerapan plat mobil ganjil genap.

''Semua ini harus benar-benar dilaksanakan dengan syarat fasilitas transportasi massal juga baik, agar masyarakat benar-benar bisa berpindah menggunakan transportasi umum.''

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement