REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus penembakan yang menimpa anggota polisi kembali marak terjadi belakangan ini. Rasa keamanan masyarakat pun dinilai berada di titik nadir. Namun pakar Piskologi Forensik Reza Indragiri Amriel tak sepakat dengan anggapan tersebut.
Reza meliha penjahat baik yang bergerak berkelompok atau individu memang memiliki kuantitas yang masih perlu dicemaskan. Ditambah dengan peredaran senjata api (senpi) yang meluas, kekuatan kelompok kriminal semakin berbahaya. "Polisi saja jadi korban. Polisi-polisi yang diserang ini jarang yang dipersenjatai, sehingga modus para pelaku mulai sering memanfaatkan kekurangan petugas," kata dia ketika dihubungi ROL Ahad (15/9).
Ia menuturkan, objek yang menjadi korban dari para penembak misterius ini adalah mereka yang bertugas di lapangan. Sejauh ini, kasus penembakan pada polisi yang berpangkat tinggi masih belum terdengar. Fakta ini menurutnya amat positif. "Ceritanya akan lain jika polisi-polisi berpangkat tinggi yang ketat pengawalannya jadi korban," kata dia.
Reza menjelaskan, kecemasan akan bahaya kelompok kriminal memang besar adanya, tapi aksi penembakan akhir-akhir ini belum mengusik psikologi masyarakat akan keamanan secara luas. Hal ini dikarenakan masyarakat paham, korban yang berjatuhan belum tercitrakan sebagai sosok polisi tangguh. Sosok negatif itu sendiri, kata dia, tergambar dari realita kepolisian yang umum masyarakat lihat dalam kehidupan sehari-hari.
Andaikan polisi-polisi yang menjadi korban ini berpangkat tinggi, berpengaruh besar, dan dilindungi oleh cincin pengawalan, baru menurutnya masyarakat khawatir. "Tentunya tetap saja penembakan kepada polisi itu buruk. Untuk itu mekanisme penindakan dan pencegahan harus lebih dioptimalkan negara," kata pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) ini.