Kamis 12 Sep 2013 16:58 WIB

Terdesak Kebutuhan Hidup, 50 Persen Guru Ngaji Alih Profesi Tukang Ojek

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Heri Ruslan
Seorang guru mengajari anak membaca dan menghafal Al-Qur'an di Rumah Tahfidz Daarul Qur'an AN-NAAFI, Sunter Jaya, Jakarta Utara, (ilustrasi)
Foto: REPUBLIKA/Agung Supriyanto
Seorang guru mengajari anak membaca dan menghafal Al-Qur'an di Rumah Tahfidz Daarul Qur'an AN-NAAFI, Sunter Jaya, Jakarta Utara, (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Guru ngaji yang tersebar di 17 kecamatan di Purwakarta, mencapai 1.346 orang.

Dari jumlah tersebut, 50 persennya telah beralih profesi jadi buruh pabrik dan tukang ojek. Sebab, kesejahteraan menjadi guru ngaji tidak diperhatikan oleh pemerintah.

Ketua Forum Silaturahim Guru Ngaji (FSGN) Kabupaten Purwakarta, Adang Badrudin, mengatakan, selama ini para guru ngaji bekerja dengan niat yang baik. Yaitu, karena Allah SWT. Meskipun sejak lama tak diberi perhatian, tetap saja transfer ilmu agama masih jalan.

"Namun, seiring perkembangan zaman kehidupan para guru ngaji semakin terdesak oleh kebutuhan," ujarnya di sela-sela acara FSGN se-Jabar, di Ponpes Alhikamussyalafiyah, Kamis (12/9).

Karenanya, para guru ngaji yang mayoritas sudah berkeluarga, lebih memilih alih profesi. Yaitu, jadi buruh pabrik atau tukang ojek. Sebab, bila terus menekuni profesi ini, khawatir anak serta isteri tak bisa hidup dengan layak.

Sebenarnya, lanjut Adang, bila ada perhatian sedikit dari pemerintah mengenai kesejahteraan, maka para guru ngaji ini tak mau meninggalkan profesinya. Sebab, profesi sebagai guru ngaji sangatlah mulia. Bahkan, profesi ini turut berkontribusi dalam mencerdaskan anak-anak generasi muda. Karena, sejak usia dini mereka telah dikenalkan dengan huruf-huruf Al Quran.

Tak hanya itu, para guru ngaji ini turut membentuk akhlak generasi muda jadi lebih baik lagi. Namun, sayang profesi ini belum mendapat perhatian serius. Pasalnya, baik dari pemkab maupun kementerian agama, tak ada honorarium yang diterima guru ngaji.

"Kalaupun ada, hanyalah bantuan setahun sekali jelang lebaran. Itupun nominalnya kecil," jelasnya.

Adang mengaku, bila pemerintah tak secepatnya turun tangan untuk mengatasi persoalan kesejahteraan guru ngaji, khawatir akan berdampak buruk terhadap dunia pendidikan agama. Sebab, guru ngaji yang beralih profesi akan semakin banyak. Lambat laun, profesi ini akan ditinggalkan. Karena, masa depannya suram.

Sementara itu, Ketua Fraksi PKB DPRD Purwakarta, Neng Supartini, mengaku miris dengan kondisi para guru ngaji. Mereka dengan keihklasan hati mendidik anak-anak sejak usia dini. Namun, kesejahteraan mereka tak diperhatikan.

"Seharusnya, para guru ngaji ini punya honor yang setara dengan guru pendidikan umum," ujar Neng.

Neng mengaku, pihaknya telah lama mengusulkan supaya pemkab memberikan bantuan untuk kesejahteraan guru ngaji. Idelanya, mereka dapat honor sebulan sekali. Meskipun honornya di bawah Rp 1 juta. Namun, usulan itu sampai saat ini tak pernah ada jawaban.

Tak hanya itu, nasib guru ngaji juga tak pernah tersentuh oleh bantuan industri. Padahal, potensinya cukup besar. Di Purwakarta, banyak berdiri ratusan pabrik berskala internasional dan nasional. Bila pabrik ini, mau menyisihkan dana CSR minimalnya 10 persen saja, maka para guru ngaji ini akan sejahtera.

"Tapi sayang, usulan kami di dewan belum mendapat tanggapan," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement