REPUBLIKA.CO.ID,BANDARLAMPUNG--Para perajin atau pengusaha tempe di Kabupaten Lampung Selatan mulai memproduksi kembali, setelah tiga hari mogok sebagai bentuk protes atas mahalnya harga kedelai.
"Hari ini kami baru membuat, dan dua hari sudah siap
dipasarkan," kata salah seorang perajin tempe di Dusun Umbul Tempe, Kecamatan Kalianda, Lampung Selatan, Birin, Kamis.
Ia mengatakan mogok massal yang dilakukan para pembuat tempe di daerah setempat sesuai dengan kesepakatan Gabungan Koperasi Produsen Tempe-Tahu Indonesia (Gakoptindo) Provinsi Lampung."Kami kompak tidak memproduksi tempe, sehingga beberapa hari tidak ada yang menjual tempe di Kalianda," katanya.
Namun, kata dia, meski harga kedelai masih mahal, para perajin tetap memproduksi tempe dengan harga jual sama, namun ukuran tempe diperkecil agar tidak rugi."Kalau harganya naik, kasihan para pembeli, baik yang akan dijual lagi, maupun mereka yang akan mengonsumsi sendiri," ujar dia.
Selain itu, para perajin mengurangi pembelian kedelai dari 1,2 kuintal kacang kedelai menjadi satu kuintal dalam sekali produksi tersebut karena harga kedelai saat ini masih bertahan tinggi pada kisaran Rp 9.600/kilogram.
"Standarnya harga kedelai Rp7.000 baru perajin mendapat untung,jika sampai Rp8.000 saja sudah tipi keuntungannya apalagi hampir Rp10.000 per kilogram," katanya.
Ia mengatakan, sudah selama 19 tahun menjadi perajin tempe namun baru beberapa tahun terakhir harga kedelai mengalami gejolak harga tinggi sehingga cukup meresahkan para produsen tempe setempat."Kami berharap pemerintah mampu menstabilkan harga kedelai agara tidak mahal seperti sekarang," ujar dia.
Sementara itu, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Lampung Selatan, Afrudin mengatakan, kebutuhan kedelai di kabupaten itu mencapai 14.884 ton/tahun, sementara kemampuan produksi kedelai lokal hanya mencapai 1.653 ton/tahun. "Antara kebutuhan dan ketersediaan lokal kita sangat jauh, kekurangan 13.231 ton," katanya.