Rabu 11 Sep 2013 09:20 WIB

Anggota DPR: Ancaman Terorisme Masih Nyata

Suasana olah TKP penembakan polisi Provost Mabes Polri, Bripka Sukardi, Selasa (10/9) malam. Sukardi tewas usai ditembak tiga kali di bagian dada dan perut oleh orang tak dikenal di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, tepatnya di depan Gedung KPK.
Foto: ROL/Bilal Ramadhan
Suasana olah TKP penembakan polisi Provost Mabes Polri, Bripka Sukardi, Selasa (10/9) malam. Sukardi tewas usai ditembak tiga kali di bagian dada dan perut oleh orang tak dikenal di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, tepatnya di depan Gedung KPK.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Anggota Komisi III (Bidang Hukum, HAM, dan Keamanan) DPR, Eva Kusuma Sundari, berpendapat terulangnya lagi kasus penembakan terhadap polisi menunjukkan bahwa ancaman terorisme di Ibu Kota Negara Republik Indonesia masih nyata.

"Sungguh menyesakkan dada, melihat para 'kopral' bergelimpangan jadi sasaran tembak jaringan teroris yang beroperasi seperti rantai terputus. Ini menegaskan bahwa ancaman terorisme masih nyata," katanya ketika dihubungi dari Semarang, Rabu (11/9) pagi.

Eva yang juga Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR mengemukakan hal itu ketika menanggapi kasus penembakan terhadap anggota Provos Mabes Polri Bripka Sukardi.

Bripka Sukardi tewas ditembak oleh orang tidak dikenal di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jalan H.R. Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (10/9) sekitar pukul 22.20 WIB. Sebelumnya, dua anggota Polsek Pondok Aren tewas tertembak oleh orang tidak dikenal di Jalan Graha Raya, Pondok Aren, Tangerang, Jumat (16/8) pukul 21.30 WIB.

Eva lantas mengaitkan kasus penembakan terhadap Bripka Sukardi dengan penemuan sebanyak 51 peluru tanpa pemilik di sekitar Tempat Pembuangan Sampah Jalan Kampung Muara Bahari 1, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (23/8). "Patut dikaitkan dengan modus baru operasi jaringan teroris saat ini," katanya.

Ironinya, kata Eva, saat ini sedang berlangsung pertemuan internasional antiterorisme oleh Kementerian Pertahanan. Dia berharap semoga ada strategi baru dalam menghadapi modus baru tersebut. "Saya berharap kerja intelijen antarinstansi keamanan, baik Badan Intelijen Strategis (Bais), Badan Intelijen Negara (BIN), maupun Densus 88 Antiteror Mabes Polri, diintensifkan untuk mempersempit ruang gerak teroris sehingga menjadi pencegahan yang efektif."

Di lain pihak, Eva juga memandang perlu isolasi ketat terhadap para narapidana 'ideolog' yang saat ini menjadi penghuni lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan sehingga bisa memutus rantai komando terhadap para pengikut mereka di luar lapas/rutan. "Tidak mungkin operator/eksekutor bertindak tanpa komando dari para 'ideolog'," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement