Senin 09 Sep 2013 14:23 WIB

KPK Diminta Kritisi Hasil Audit BPK Soal Hambalang

Ketua KPK Abraham Samad (kanan) menerima Hasil Audit Investigasi BPK terkait Pelaksanaan Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang Tahap II dari Ketua BPK Hadi Poernomo di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (23/8).
Foto: Antara
Ketua KPK Abraham Samad (kanan) menerima Hasil Audit Investigasi BPK terkait Pelaksanaan Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang Tahap II dari Ketua BPK Hadi Poernomo di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (23/8).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi lebih serius mengkritisi hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam kasus korupsi pembangunan proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sarana Olahraga Nasional di Bukit Hambalang.

Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada (UGM), Hasrul Halili kepada wartawan di Yogyakarta, Senin (9/9) mengatakan hilangnya 15 inisial nama anggota DPR yang ditengarai terlibat dalam hasil audit BPK menjadi persoalan penting yang harus lebih diperhatikan.

"Hasil audit BPK versi auditor dengan audit versi kelembagaan ada perbedaan dengan hilangnya ke-15 nama anggota DPR.ini harus lebih dikritisi," katanya.

Menurut dia terdapat dua versi hasil audit yang beredar ke masyarakat. Versi pertama mencantumkan 15 inisial nama anggota DPR yang ditengarai memberikan persetujuan pencairan anggaran proyek tersebut. Sedangkan versi kedua, 15 nama tersebut hilang.

Adapun 15 inisial nama yang dinilai hilang tersebut MNS, RCA, HA, AHN, APPS, WK, KM, JA, MI, UA, AZ, EHP, MY, MHD, dan HLS.

Hal itu, Hasrul melanjutkan, mengindikasikan masih kuatnya permainan politik dalam penanganan kasus yang mengakibatkan kerugian negara Rp463,66 miliar tersebut.

Sementara, sebelumnya Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo di Jakarta, Rabu (4/9), membantah adanya dugaan dua versi laporan kerugian negara.

"BPK itu memiliki dua laporan, satu laporan investigatif untuk DPR dan satu laporan perhitungan kerugian negara untuk KPK,"katanya.

Selain itu, ia juga membantah adanya 15 inisial nama yang dinilai sengaja dihilangkan dari berita acara permintaan keterangan saat dimasukkan ke laporan investigatif.

"Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK hanya satu, nama-nama (anggota DPR) itu bukan 15 tapi 30 yang ada di KKP (Kertas Kerja Pemeriksaan). KKP itu masuk dalam LHP," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement