REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Dari 92 warga negara Indonesia yang dideportasi pemerintah Kerajaan Malaysia, empat di antaranya masih di bawah umur.
Salah seorang di antaranya yang bernama Riska, di Nunukan, Jumat malam, mengatakan dirinya ditangkap aparat kepolisian di Batu 8 Tawau, Malaysia, ketika hendak berbelanja pada Juli 2013.
Ia mengatakan ketika ditangkap tidak bisa memperlihatkan dokumen keimigrasian (paspor) kepada aparat kepolisian negara tetangga itu.
"Saya tidak punya paspor. Saya bekerja sebagai pembantu rumah tangga di sebuah perkebunan kelapa sawit di Benta Kalabakan (Tawau)," ujarnya sebelum didata kepolisian dan Balai Pelayanan, Penempatan dan Perlindungan TKI Kabupaten Nunukan di Terminal Pelabuhan Internasional Tunon Taka, Nunukan.
Riska yang mengaku kedua orangtuanya berasal dari Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, itu lahir di Lahad Datu, dan pertama kali bekerja sebagai PRT sejak berusia 14 tahun.
Ia juga membenarkan bahwa dari 92 WNI bermasalah yang dideportasi bersamanya terdapat empat orang yang masih di bawah umur semuanya berkelamin perempuan.
"Ada empat orang yang dideportasi masih di bawah umur, semuanya perempuan," ujarnya.
Keempat WNI deportasi masih di bawah umur itu tempat kerjanya berbeda-beda, kata Riska yang menjadi PRT selama dua tahun.
Ketika ditanya tujuannya setelah dideportasi, Riska mengaku tidak berminat lagi kembali ke Malaysia dan memilih tinggal di Kabupaten Nunukan bersama keluarganya.
Sama halnya dengan Ina yang tinggal bersama orangtuanya di Luasong Kalabakan baru berusia 12 tahun dan tertangkap aparat kepolisian Tawau Sabah saat hendak berbelanja karena tidak memiliki paspor.
Ia yang mengaku lahir 1991 bekerja sebagai PRT di perkebunan kelapa sawit tempat kedua orangtuanya bekerja dan akan kembali lagi ke Sabah setelah memiliki paspor.
"Saya ditangkap polisi di Tawau saat mau belanja karena tidak punya paspor. Saya mau kembali lagi ke Malaysia setelah mengurus paspor karena orangtuaku disana (Luasong)," ujarnya.