REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertanian (Mentan) Suswono mengingatkan bahwa Indonesia pernah berhasil meraih swasembada kedelai tahun 1992.
Pada saat itu, lahan bertanam kedelai mencapai 1,62 juta hektare (ha), sehingga produksi mencukupi. Tapi sekarang, lahan pertanian hanya tersisa sekitar 700 ribu ha.
Saat itu, menurut Mentan, perlindungan untuk petani pun sangat kuat. Bulog punya otoritas penuh untuk memonopoli importasi. Selanjutnya, wewenang Bulog pun dicabut. Pihak swasta dilibatkan untuk melakukan importasi.
Jumlah impor kedelai pun mencapai hampir 30 persen. "Nah, disitulah harga impor jauh lebih murah dari lokal," katanya saat konpres di Kementerian Perdagangan (Kemendag), Selasa (3/9).
Pada saat kedelai impor membanjiri pasar, petani baru untung ketika harga mencapai Rp 6500 per kilogram (kg). Alhasil kedelai tidak lagi menjadi komoditas yang menarik bagi petani. Petani akan memilih tebu, selanjutnya jagung, baru kemudian kedelai untuk ditanam di lahannya yang hanya seluas 0,3 ha.
Mentan menilai perlindungan harga akan ampuh untuk menarik minat petani. Tapi apabila kedelai kembali naik pamor, bukan tidak mungkin jagung akan juga ditinggalkan kalau tidak lagi menguntungkan.
"Kalau nanti misalnya kedelai harganya bagus, ya jagung yang ditinggal. Lalu kalau jagung bagus, kedelai mungkin ditinggal," katanya.
Saat ini hanya harga beras yang dirasa menguntungkan petani. Setiap bulannya, petani bisa menghasilkan rata-rata Rp 6 juta setiap bulannya.
Mentan pun kembali meminta tambahan 500 ribu ha lahan untuk pertanian. Berdasarkan data Kementerian Pertanian (Kementan) luas lahan tanaman pangan periode Januari hingga Juli 2013 hanya mencapai 322,329 ha.
Sedangkan periode yang sama tahun lali, lahan pangan mencapai 399,427 ha. Sementara itu tahun 2011, tercatat lahan pangan seluas 720,420 ha. Lalu di tahun 2012, lahan pangan tercatat 612,327 ha.