REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Mahapatih KGPH Panembahan Agung Tedjowulan bersama dengan GKR Koes Murtiyah Wandasari atau Gusti Moeng berjalan beriringan di Car Free Day (CFD) Jalan Slamet Riyadi, Solo, Ahad (1/9). Mereka tampak 'akur, berjabat tangan, dan naik becak' berdua. Seakan tak ada masalah, seperti yang diberitakan sejumlah media tentang kisruh yang terjadi dalam Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Penampilan kedua kubu yang selama ini saling berseteru ini, jangan dianggap sebagai kenyataan. Namun, tampilan keduanya ini bukanlah sesungguhnya yang terjadi dalam tembok keraton. Melainkan, hanyalah replika masyarakat Kota Solo yang memakai topeng sebagai simbol atau harapan 'Wong Solo', agar keduanya akur dan melupakan masalah yang ada.
''Keraton Solo merupakan jendela bagi Kota Solo. Jika terus terjadi konflik di Keraton, maka citra Kota Solo menjadi taruhannya,'' terang Mayor Haristanto, penggagas aksi sekaligus orang yang memerankan sosok Mahapatih KGPH Panembahan Agung Tedjowulan, Mayor Haristanto.
Dikatakan tokoh pendiri Republik Aeng-Aeng ini, keraton seharusnya menjadi pusat rujukan budaya dan ciri kerukunan masyarakat Kota Solo. Maslahnya, masyarakat Jawa yang terkenal ramah, serta menjunjung tinggi budaya musyawarah, harusnya juga diterapkan dilingkungan Keraton Solo.
''Masyarakat Jawa ini kan terkenal dengan penyelesaian masalah secara musyawarah. Kenapa tidak diterapkan hal itu. Padahal, di keraton sendiri menjadi pusat budaya,'' ujar Mayor Haristanto yang suka bikin kegiatan aneh-aneh tapi kretaif ini.
Menanggapi hal itu, salah seorang pengunjung CFD, Agus Yuwono (43), mengatakan, harusnya kedua belah kubu merasa malu dan menumbuhkan sikap untuk saling memaafkan secara legawa. Namun, dirinya melihat sampai sejauh ini kisruh tersebut masih terus berlarut-larut, dan belum ada titik temu antara keduanya.
''Seharusnya, keraton memberikan contoh yang baik kepada masyarakat. Khususnya, wong Solo. Bukan malah, urusan mereka sampai ke meledak di media massa, seperti yang terjadi saat ini,'' ujar warga Karangduren, Jati, Jaten, Karanganyar ini setengah menyesalkan konflik da;lam keraton.
Ia berharap, agar kisruh yang terjadi dapat segera mereda. Dan, diselesaikan dengan cara musyawarah. Dan, hal itu tidak terjadi lagi dikemudian hari nanti. ''Semoga kisruh ini dapat segera diselesaikan. Dan, ini merupakan kisruh terakhir yang terjadi di Keraton Solo,'' harap petani lugu ini.