REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Ketua Pusat Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Putu Ayu Swandewi Astuti mengatakan, salah satu fokus pencegahan penyakit yang dapat menyebabkan kematian adalah mencegah dan melindungi masyarakat dari bahaya paparan asap rokok.
"Perokok pasif lebih rentan terkena penyakit pernapasan. Di Bali walaupun ada Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR), namun belum efektif untuk menyadarkan masyarakat agar tidak merokok di kawasan tersebut," kata Ayu Swandewi di Denpasar, Sabtu (31/8).
Ia mengatakan, salah satu upaya dilakukan di Bali dengan meningkatkan kapasitas tim penegakkan Perda Kawasan Tanpa Rokok Nomor 10 Tahun 2011, dalam mengimplementasikan aturan tersebut. Kawasan tersebut di antaranya area bermain anak, tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja, tempat belajar mengajar, tempat ibadah dan angkutan umum.
Menurut dia, tingkat keberhasilan Perda KTR tergantung dari bagaimana kebijakan ditaati di setiap kawasan dan mendapat dukungan berbagai sektor. "Selama satu tahun sejak pencanangan kebijakan ini dirasa perlu adanya implementasi yang lebih signifikan untuk menegakkan perda tersebut," katanya.
Direktur Eksekutif Union Perwakilan Asia Tenggara MDGs Tara Singh Bam mengatakan, Indonesia saat ini menduduki peringkat ketiga terbanyak mengkonsumsi tembakau di dunia setelah Cina dan India.
Data tahun 2010 menunjukkan bahwa prevalensi perokok sebesar 34,7 persen dan dari jumlah tersebut 76,6 persen merokok di dalam rumah bersama anggota keluarga yang lain. "Asap rokok bukan hanya memberikan dampak buruk bagi perokok, tetapi juga bagi orang lain yang mengisap asap tersebut," katanya.