Jumat 30 Aug 2013 08:03 WIB

Hendropriyono: RUU Kamnas Berpotensi Langgar HAM

Rep: Heri Purwata/ Red: Fernan Rahadi
Aksi menolak RUU Keamanan Nasional (Kamnas) karena dinilai berpotensi mengembalikan Indonesia pada rezim otoriter dan militeristik.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Aksi menolak RUU Keamanan Nasional (Kamnas) karena dinilai berpotensi mengembalikan Indonesia pada rezim otoriter dan militeristik.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), AM Hendropriyono mengatakan ada sejumlah pasal yang harus dikritisi pada Rancangan Undang-undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas). Sebab pasal-pasal tersebut berpotensi melanggar hak-hak asasi manusia (HAM).

Dijelaskan Hendro, kritik dari sebagian kalangan terhadap RUU Kamnas lebih banyak menyoroti militeristik. "Sebagian kalangan berpendapat agar Dewan Keamanan Nasional sebaiknya dipimpin representasi sipil. Sehingga polisi dan militer tidak merasa dilangkahi," kata Hendro.

Sedang Hendro menyoroti materi RUU tersebut. Menurutnya, ada delapan pasal yang harus dikritisi pada RUU Kamnas yaitu pasal 14 ayat 1; pasal 17 ayat 4; pasal 22 ayat 1; pasal 27 ayat 1; pasal 30 ayat 2; pasal 32 ayat 2; pasal 48 ayat 1 huruf (c); dan pasal 48 huruf (d).

Hendro mencontohkan, pada pasal 17 ayat 4, yaitu ketentuan mengenai bentuk ancaman bersifat aktual sebagaimana dimaksud pada ayat 3 diatur Peraturan Presiden. "Pasal ini berbahaya karena bisa saja Presiden membuat skenario ancaman. Bilamana terjadi pemogokan buruh misalnya, dianggap sebagai ancaman yang bersifat faktual," kata Hendro.

Berdasarkan analisa Hendro, delapan pasal tersebut terkesan memangkas supremasi sipil dan tidak mengadopsi kebebasan demokrasi. "Dari perspektif kebutuhan stabilitas keamanan sangat dibutuhkan UU Kamnas. Namun perspektif HAM dan demokrasi tetap perlu diperhatikan," tandasnya.

RUU Kamnas, lanjut Hendro, dibuat untuk meningkatkan keamanan di Indonesia. Menyusul intensitas kerusuhan di Indonesia semakin meningkat. "Undang-undang Keamanan Nasional memang mutlak diperlukan guna menunjang stabilitas keamanan negara. Selain itu, juga untuk mengantisipasi berbagai ancaman," katanya.

Saat ini, kata Hendro, untuk menghadapi terorisme, TNI memiliki  Undang-undang Terorisme.  Sedang Polisi, Angkatan Laut dan Angkatan Udara juga memilikinya. "Dengan adanya Undang-undang Keamanan semua akan diintegrasikan, sehingga tidak saling overlapping. Adanya UU Kamnas juga lebih cepat dalam mengambil tindakan apabila diketahui ada eskalasi ancaman nasional," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement